Megawati: Dunia Butuh Etika Global Kendalikan AI
JAKARTA — Presiden kelima Republik Indonesia sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, menegaskan pentingnya pembentukan etika global baru guna mengatur perkembangan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang kian pesat. Seruan ini ia sampaikan dalam seminar internasional memperingati 70 tahun Konferensi Asia-Afrika 1955, bertajuk “Bung Karno in a Global History”, yang digelar di Auditorium Sukarno, Kompleks Makam Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Sabtu (01/11/2025).
Dalam pidatonya, Megawati mengingatkan bahwa kemajuan teknologi yang tidak disertai moralitas hanya akan melahirkan bentuk baru dari penindasan dan ketimpangan global.
“Dunia kini membutuhkan regulasi global baru — a new global ethics — untuk menata kembali hubungan kekuasaan dalam ranah teknologi, ekonomi, dan informasi,” ujar Megawati.
Ia menyoroti kondisi dunia yang saat ini melaju cepat dalam inovasi teknologi, namun justru kehilangan arah moral. Menurutnya, perkembangan AI, big data, dan sistem digital lintas batas telah membuka peluang besar sekaligus menghadirkan ancaman baru berupa dominasi teknologi atas kemanusiaan.
“Teknologi kini mampu menembus batas negara, tapi sekaligus mengikis batas nurani. Karena itu, AI harus diatur bukan hanya oleh hukum, tetapi juga oleh moralitas dan nilai-nilai kemanusiaan,” tegasnya.
Mengutip laporan World Economic Forum 2025, Megawati menyebut lebih dari 60 persen pemimpin dunia mengakui belum ada kesepakatan global mengenai etika AI. Ketidakjelasan ini berpotensi memicu penyalahgunaan data, diskriminasi digital, hingga manipulasi sosial dan politik berbasis algoritma.
Menanggapi kondisi tersebut, Megawati menawarkan Pancasila sebagai kerangka etik universal yang mampu menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan nilai-nilai kemanusiaan.
“Pancasila menyeimbangkan antara dunia materiil dan spiritual, antara hak individu dan tanggung jawab sosial. Prinsip ini penting diterapkan dalam dunia digital yang cenderung menuhankan efisiensi,” jelasnya.
Ia menilai, dunia membutuhkan kepemimpinan yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berani secara moral — seperti yang pernah dicontohkan Bung Karno dalam memperjuangkan tatanan dunia yang berkeadilan.
Pidato Megawati juga menegaskan posisi Indonesia sebagai calon pengusung etika global di era digital. Dengan populasi digital besar dan nilai kemanusiaan yang kuat, Indonesia dianggap berpotensi menjadi jembatan antara kemajuan teknologi dan moralitas dunia.
Data International Telecommunication Union (ITU) 2025 menunjukkan, Indonesia termasuk 10 besar negara dengan pertumbuhan AI tercepat. Namun, belum memiliki kerangka hukum dan etika nasional yang memadai dalam pengaturannya.
Megawati menyebut hal itu sebagai “panggilan moral baru” bagi negara-negara Global South agar berani berperan aktif dalam menata masa depan teknologi.
“Yang dibutuhkan dunia bukan hanya superpower, tetapi super-moral power — kepemimpinan yang menuntun teknologi dengan nurani dan nilai kemanusiaan,” tuturnya.
Ia menutup pidato dengan pesan tegas,
“Dunia baru bukanlah dunia yang tunduk pada mesin dan modal, tetapi dunia yang menempatkan manusia sebagai pusat peradaban.” []
Siti Sholehah.
