Melanggar PP-45/1990 Jika Wanita PNS Jadi Isteri Kedua

Surat Nikah ini menjadi bukti sah pernikahan Ita Mariani dengan sang suami Aditiawarman yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau

PONTIANAK-Adalah seorang wanita bernama Dra. Ita Mariani, M.Pd berdomisili di Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, mengadukan kasus yang saat ini sedang menimpa bahtera rumah tangganya. Wanita PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi Riau ini merasa terusik biduk rumah tangganya yang selama ini damai dan tenteram tiba-tiba tergoncang akibat diduga sang suami bermain dengan wanita lain.

Menurutnya, perbuatan sang suami berinisial A umur 44 tahun yang sehari-hari PNS di Pekanbaru tersebut sudah masuk dalam kategori perselingkuhan, perzinahan bahkan konon sudah nikah siri dengan perempuan inisial (H) yang tak lain seorang PNS di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Barat.

Bahkan Ita Mariani menegaskan, perbuatan mereka berdua yaitu H dan A adalah perbuatan melawan hukum dikarenakan status mereka berdua adalah Pegawai Negeri Sipil atau Aparatur Sipil Negara yang tatanan perilaku mereka dilingkari dengan peraturan dan Undang-undang PNS, terkecuali mereka berdua sudah bosan menjadi PNS.

“Tindakan yang mereka lakukan pada saya dan anak, saya merasa keberatan dan saya ingin membuat pelajaran berharga pada mereka berdua, karena sampai saat ini tidak ada itikad baik dari mereka berdua terhadap saya dan anak saya,’’kata Ita Mariani melalui pesan email pada Sabtu (21/1).

Dalam pesan email yang ditujukan kepada Berita Borneo Perwakilan Kalbar, Ita Mariani menegaskan perbuatan sang suami A dan H telah melanggar hukum yaitu hukum pidana pasal Pasal 279, bahwa orang yang melakukan poligami tanpa prosedur dihukum dengan penjara selama-lamanya 5 tahun. Ketentuan beristri lebih dari satu atau yang sering disebut poligami bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Selain berlaku ketentuan umum sebagaimana diatur dalam UU NO. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan juga diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 (PP-10/1983) yang diubah dan disempurnakan beberapa pasalnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 (PP-45/1990).

Kedua PP ini kata Ita Mariani, berisi aturan-aturan khusus bagi PNS dalam hal hendak melaksanakan perkawinan dan perceraian. Ketentuan khusus tersebut antara lain, PNS pria yang hendak beristri lebih dari satu wajib memperoleh izin lebih dahulu dari pejabat.

Demikian juga bagi PNS wanita, ia tidak dizinkan untuk menjadi istri kedua, ketiga, keempat dari PNS (Pasal 4 PP-10/1983). Dalam PP-45/1990, PNS wanita tidak diperbolehkan sama sekali untuk menjadi istri kedua/ ketiga/ keempat, baik oleh pria PNS maupun yang bukan (Pasal 4). Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tersebut diancam dengan sanksi pemecatan. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 PP-10/1983: PNS yang melanggar ketentuan Pasal 3 (1) dan Pasal 4 (1, 2, dan 4) dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan tidak hormat tidak atas permintaan sendiri. Hukuman disiplin yang sama juga dikenakan bagi PNS yang melakukan hidup bersama dengan wanita atau pria sebagai suami istri tanpa perkawinan yang sah. Sanksi pemecatan itu sesuai dengan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.

Aturan-aturan yang ketat ini didasarkan atas pertimbangan bahwa PNS mempunyai kedudukan yang terhormat, sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat. PNS harus bisa menjadi teladan yang baik bagi masyarakat, baik dalam kehidupan keluarga dan ketaatan hukum maupun perundang-undangan yang berlaku.

Perceraian dan poligami (waktu itu) dianggap oleh masyarakat sebagai perilaku yang menyimpang atau sebagai aib. Oleh karena itu, untuk bisa melakukan hal tersebut harus mendapat izin lebih dahulu dan pejabat yang berwenang. Proses izin ini dimaksudkan sebagai upaya pembinaan dan pencegahan agar tidak terjadi perceraian dan poligami. Hal ini juga dimaksudkan untuk mengatur, sekaligus memberikan pengawasan.

Sementara itu A mengatakan, dirinya tidak tahu-menahu tentang persoalan ini, bahkan tidak merasa seperti apa yang dituduhkan.

“Saya punya rumah tangga sendiri silahkan menanyakan masalah ini kepada yang bersangkutan, saya tidak pernah seperti apa yang dituduhkan,’’ujar A dihubungi via Handphone beberapa minggu yang lalu. (Reff)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *