Membongkar Korupsi di Bapenda Kaltim
SAMARINDA – Sebulan selepas Alfan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Kejati Kaltim dan ditahan pada 21 Juni 2022, Inspektorat Daerah (Itda) Kaltim menerima surat untuk mengaudit perbuatan pengelola layanan operasional (PLO) di UPTD Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah Badan pendapatan Daerah (PPRD Bapenda) Berau itu.
Berdasarkan Surat itu, Inspektur daerah memerintahkan Romi Apriyadi Dabri untuk menindaklanjuti permintaan jaksa. Khususnya tentang potensi kerugian negara dari pajak kendaraan bermotor/bea balik nama kendaraan bermotor (PKB/BBNKB) di Berau sepanjang 2019-2020. “Hasil audit kerugiannya Rp 6,02 miliar,” katanya ketika memberikan keterangan di Pengadilan Tipikor Samarinda, kemarin (26/10/2022). Auditor muda dari Itda Kaltim itu dihadirkan JPU Diana Riyanto, Melva Nurelly, dan Rosnaeni Ulva sebagai ahli dalam perkara korupsi PKB/BBNKB Kaltim di UPTD PPRD Berau yang menyeret Alfan.
Kembali ke persidangan, Romi menjelaskan, kerugian itu dihitung berdasarkan rekapan struk pembayaran PKB/BBNKB, khususnya roda 4 atau lebih sepanjang Januari 2019-September 2020. Total, ada 305 transaksi. Semua, kata ahli ini, mengalami perbedaan nilai dalam struk pembayaran pajaknya. Setiap pembayaran PKB/BBNKB terdapat lima struk atau resi yang dicetak untuk memastikan data lintas instansi yang terkoneksi dalam Sistem Administrasi Manunggal Satu Pintu (Samsat). Kelima resi itu, masing-masing ditujukan ke wajib pajak yang diberikan selepas membayar, Bapenda Kaltim, Jasa Raharja, Samsat, hingga kepolisian. “Kerugian itu hasil hitung perbedaan nilai pajak yang terdata dalam struk 2 untuk Bapenda Kaltim dan struk 5 untuk kepolisian. Di 305 transaksi itu,” ucapnya.
Selain besaran nilai pajak yang tercetak dalam kedua struk itu, kode fungsi kendaraan yang diurus pajaknya pun berbeda. Misal, ulas dia, di struk 2 tercatat dengan kode fungsi 3 atau kode untuk pajak kendaraan umum. Sementara di struk 5 yang diarsip kepolisian justru tercatat kode fungsi 1 alias kendaraan pribadi. Nah, total nilai PKB/BBNKB yang dihitung dari struk 5 bernilai Rp 12,1 miliar sepanjang Januari 2019-September 2020. Sementara jika dihitung dalam struk 2 milik Bapenda Kaltim nilainya terpangkas setengah menjadi Rp 6,14 miliar. Dari nilai itu, audit sempat ditelusuri lebih jauh dengan mengklarifikasi pihak terkait dalam penerimaan PKB/BBNKB di Berau. Termasuk terdakwa dalam kasus ini, Alfan.
Dari 305 transaksi itu, terdapat sebanyak 197 unit kendaraan yang diberikan insentif kendaraan umum sebesar 50 persen. Sisanya, sebesar 108 unit dikenai insentif 40 persen. “Untuk kendaraan umum memang pembayarannya PKB/BBNKB-nya memang dikenai insentif yang berbeda setiap tahunnya. Ada perhitungan sendiri dari Bapenda Kaltim untuk pemberian insentif itu,” tuturnya. Perubahan kode fungsi itu pun terungkap dalam audit tersebut karena terdakwa Alfan memanfaatkan akun dan sandi dari pengelola data elektronik (PDE) Bapenda Kaltim untuk memanipulasi kode dalam struk yang ditujukan ke Bapenda dan Jasa Raharja. “Dari perubahan kode fungsi ini, kerugian sebesar Rp 6,02 miliar itu berasal.
Nilai pajak yang disetorkan ke Jasa Raharja pun berubah lantaran adanya perbedaan nilai asuransi antara kendaraan pribadi dan umum. “Dari semua transaksi itu, yang 305. Pembayarannya bukan wajib pajak yang membayar. Tapi lewat PLO UPTD PPRD Berau. Saudara Alfan yang jadi tersangka dalam kasus ini. Jadi wajib pajak menyerahkan ke dia secara tunai baru dia yang proses,” singkatnya. Selain Romi, JPU Kejati Kaltim juga menghadirkan Herwani, administrator Jasa Raharja di UPTD PPRD Berau sebagai saksi dalam kasus rasuah ini. Jika Romi dihadirkan secara langsung ke persidangan, Herwani dihadirkan secara virtual ke persidangan di Pengadilan Tipikor Samarinda yang dipimpin Muhammad Arif Nuryanta itu.
Lewat layar, Herwani menerangkan setiap pembayaran PKB/BBNKB oleh wajib pajak, penerimaan itu akan dipilah menjadi tiga. Yakni pendapatan daerah, pendapatan nasional bukan pajak yang diurus Kepolisian lewat Samsat, dan Jasa Raharja. Setahu dia, pajak yang dibayarkan biasanya sudah tertera dalam basis data bersama ketiga instansi yang berkelindan. Bahkan wajib pajak bisa mengetahui besaran pajak yang perlu dibayar dengan mengecek langsung ke aplikasi Samsat. Memang pemilahan hasil itu dilakukan manual secara tunai karena ada perbedaan bank antara Bapenda dan Kepolisian. “Saya memang mengurus penyetoran ke rekening setiap instansi itu. Tapi nilainya berpedoman pada aplikasi samsat,” katanya.
Disinggung JPU soal adanya perbedaan nilai antara struk ke Bapenda dan kepolisian, saksi ini mengaku tak mengecek secara detil. Dia hanya menyesuaikan pendistribusian itu ke setiap rekening berdasarkan data samsat. Kegiatan seperti ini, kata dia, dilakukan setiap sehari. Kalau pun ada perubahan struk, ketiga instansi terkait PKB/BBNKB haruslah membuat berita acara yang disepakati perwakilan ketiganya di UPTD PPRD Berau. “Karena harus ada tanda tangan masing-masing pihak. Setahu saya seperti itu,” katanya. Atas keterangan ahli dan saksi ini, terdakwa Alfan memilih enggan menanggapi dan hanya berujar. “Nanti ketika pemeriksaan saya dan pembelaan saja, majelis,” ucapnya. JPU menilai sudah cukup menghadirkan saksi dalam perkara ini. Majelis hakim pun, memberikan kesempatan untuk terdakwa menghadirkan saksi meringankan pada persidangan selanjutnya pada 2 November 2020. [] KP