Merz Tegaskan Kedaulatan Ukraina Harga Mati

JAKARTA – Situasi geopolitik Eropa kembali memanas setelah Kanselir Jerman Friedrich Merz menyatakan bahwa benua itu tengah menghadapi “ancaman serius” terhadap arsitektur keamanannya. Peringatan tersebut disampaikan pada Minggu (23/11/2025) dalam wawancara eksklusif bersama DW, di tengah intensifnya negosiasi terkait rencana perdamaian Ukraina yang diusulkan Amerika Serikat (AS) di Jenewa.

Rencana perdamaian yang dibahas ini merupakan paket 28 poin yang kabarnya didorong oleh Presiden AS Donald Trump agar disepakati sebelum Kamis (27/11/2025). Namun, Eropa dikabarkan menolak sejumlah poin penting, terutama yang dianggap dapat merugikan kedaulatan Ukraina.

Merz menegaskan, Eropa tidak akan mengorbankan kedaulatan Ukraina demi kesepakatan politik apa pun. “Saya berbicara dengan Presiden Trump sebelum saya berangkat. Saya sampaikan bahwa kami bisa menyetujui beberapa poin, tetapi ada juga hal-hal yang tidak bisa kami setujui. Dan saya tegaskan bahwa kami sepenuhnya sejalan dengan Ukraina, bahwa kedaulatan negara tersebut tidak boleh dipertaruhkan,” ujarnya.

Dalam penjelasannya, Merz mengungkap bahwa negosiasi yang berlangsung di Jenewa dipimpin oleh para penasihat keamanan nasional dari AS, Ukraina, dan Eropa. Ia menyatakan bahwa proses pembicaraan berjalan serius, namun belum dapat dipastikan hasil akhirnya. “Kami tidak tahu bagaimana hasil akhirnya,” ujarnya.

Rencana perdamaian Trump disebut mencakup syarat agar Ukraina menyerahkan sebagian wilayahnya kepada Rusia, membatasi kekuatan militernya, hingga sejumlah pembatasan strategis lainnya. Sejumlah negara Eropa yang mendukung Ukraina menilai persyaratan tersebut bertentangan dengan prinsip kedaulatan dan keamanan Eropa.

Merz menyoroti dampak perang yang telah berlangsung hampir empat tahun, menyebutkan adanya ancaman nyata terhadap keamanan regional. “Kami melihat serangan serius terhadap infrastruktur kami. Kami melihat serangan besar terhadap keamanan siber kami. Ini ancaman mendalam bagi tatanan politik seluruh benua,” ujarnya. Menurutnya, kondisi inilah yang membuat Eropa tetap aktif dalam upaya penyelesaian konflik.

Merz juga meragukan tenggat Kamis (27/11/2025) yang ditetapkan Trump untuk menyepakati keseluruhan dokumen perdamaian. “Saya kira tidak mungkin menyepakat seluruh 28 poin,” katanya. Namun ia mengakui bahwa Eropa sedang mengevaluasi langkah-langkah kecil yang mungkin bisa diwujudkan sementara.

Ia menegaskan bahwa Eropa memegang pengaruh kuat atas beberapa aspek penting dalam rencana tersebut, termasuk soal aset Rusia di Eropa. “Aset Rusia yang berada di Brussel tidak bisa mengirimkan ke Amerika. Itu tidak masuk akal,” tegasnya, menandakan bahwa dukungan Eropa mutlak diperlukan untuk keberhasilan kesepakatan itu.

Selain itu, Merz menyebut bahwa peran global dalam penyelesaian konflik tidak hanya datang dari Barat. “Cina bisa berperan. Cina bisa memberi tekanan tambahan pada Rusia untuk mengakhiri perang ini,” ujarnya. Ia bahkan mengungkap telah melakukan pertemuan panjang dengan Perdana Menteri Cina Li Qiang, sebagai bagian dari persiapan kunjungan kenegaraan tahun depan.

Merz menyatakan harapan besar agar setidaknya gencatan senjata bisa tercapai sebelum kunjungannya ke Beijing berlangsung. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *