MH, Siswa 13 Tahun Korban Bullying Tangsel Dirawat di RS
TANGERANG SELATAN – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyoroti serius kasus dugaan perundungan yang menimpa siswa SMPN 19 Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Banten, berinisial MH (13). Korban mengalami luka fisik dan trauma mendalam setelah diduga menjadi korban kekerasan teman sebayanya di lingkungan sekolah.
Komisioner KPAI, Diyah Puspitarini, menegaskan bahwa penanganan kasus ini tidak boleh berhenti di ranah mediasi atau permintaan maaf semata. Ia menilai sudah saatnya kasus tersebut dibawa ke ranah hukum agar kejelasan dan keadilan dapat ditegakkan.
“Hari ini kami akan bertemu pihak keluarga. Kami akan meminta, kalau bisa, kasus ini diproses hukum saja. Dengan begitu, kita bisa tahu duduk perkara dan penyelesaian yang sesuai aturan,” ujar Diyah, Selasa (11/11/2025).
Menurutnya, dugaan tindakan bullying di SMPN 19 Tangsel sudah memenuhi unsur kekerasan karena menyebabkan luka fisik dan trauma berat. Ia menambahkan, sekalipun pelaku merupakan anak di bawah umur, proses hukum tetap dapat dilakukan berdasarkan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.
“Tidak apa-apa, kan ada sistem peradilan anak. Proses ini justru bisa menjadi edukasi bagi semua pihak bahwa kekerasan di sekolah tidak bisa ditoleransi,” ucapnya.
KPAI juga mendesak pemerintah daerah dan pihak sekolah untuk segera memperkuat sistem pencegahan serta mekanisme penanganan cepat terhadap setiap indikasi perundungan. Diyah mengingatkan bahwa sekolah harus menjadi ruang aman bagi peserta didik, bukan tempat munculnya kekerasan terselubung.
“Tindakan bullying bisa muncul di mana saja. Karena itu, kita harus cepat merespons setiap laporan. Sekolah harus tanggap, dan kalau tidak bisa diselesaikan secara internal, harus segera melibatkan pihak berwenang,” ujarnya.
Kasus yang menimpa MH menjadi sorotan publik setelah korban dilarikan ke rumah sakit karena kondisinya memburuk. Kakak korban, Rizky, mengungkapkan bahwa adiknya sudah mengalami perundungan sejak masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS). Puncaknya terjadi pada 20 Oktober lalu, ketika kepala korban dipukul menggunakan kursi oleh teman sekelasnya.
“Sejak masa MPLS sudah sering, yang paling parah 20 Oktober, dipukul kepalanya pakai kursi,” kata Rizky.
MH sempat dirawat di sebuah rumah sakit swasta di Tangsel sebelum akhirnya dirujuk ke RS Fatmawati, Jakarta Selatan, karena kondisinya melemah dan trauma berat.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Tangsel, Deden Deni, menyebut pihaknya telah melakukan mediasi antara orang tua korban dan pelaku. “Kami juga sudah berkunjung ke rumah keluarga korban untuk memastikan kondisi anak,” ujarnya.
Meski begitu, berbagai pihak menilai mediasi tidak cukup tanpa evaluasi mendalam terhadap sistem pengawasan sekolah. Kasus ini diharapkan menjadi momentum bagi seluruh lembaga pendidikan untuk memperkuat budaya anti-bullying serta menegaskan kembali pentingnya perlindungan anak di lingkungan sekolah. []
Siti Sholehah.
