Miris, Jenazah di Luwu Utara Harus Dipikul 30 Km

JAKARTA – Potret keterisolasian masih menjadi kenyataan pahit bagi warga di Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Minimnya akses infrastruktur jalan kembali mencuat setelah jenazah seorang warga bernama Nur Naim (38) harus ditandu sejauh kurang lebih 30 kilometer melewati jalur rusak untuk tiba di rumah duka.

Nur Naim mengembuskan napas terakhir di RS Hikmah Masamba, Luwu Utara, pada Senin (17/11/2025) malam. Jenazah sempat diantarkan menggunakan mobil ambulans hingga titik terakhir yang dapat diakses kendaraan di wilayah Seko. Namun, perjalanan menuju rumah duka di Dusun Matan Nona, Desa Padang Raya, Kecamatan Seko, harus dilanjutkan dengan cara tradisional: dipikul melewati jalan berlumpur, menanjak, dan licin.

“Memikul mayat atau menandu dari Dusun Palandoan, Desa Muratara, Kecamatan Seko dengan jarak yang kami tempuh kurang lebih hampir 30 kilometer,” kata Babinsa Koramil Seko Kodim 1403/Palopo, Serda Rahmat Saman, dilansir detikSulsel, Jumat (21/11/2025).

Rahmat menuturkan, perjalanan menandu jenazah ini bukan kejadian yang baru pertama kali terjadi. Menurutnya, akses jalan yang sangat buruk membuat setiap warga yang meninggal di luar wilayah Seko harus dipikul beramai-ramai agar bisa tiba di kampung halaman untuk dimakamkan.

“Kondisi jalan yang kami lalui sangat jelek. Ini sudah sering terjadi, setiap ada warga yang meninggal di kota, apabila dibawa ke Seko atau rumah duka selalu ditandu,” tambahnya.

Dalam rekaman video yang viral di media sosial, terlihat puluhan warga bergantian memikul keranda yang disangga dengan batang bambu besar. Beberapa aparat TNI ikut membantu membawa jenazah melewati medan berat: jalan berlumpur, licin, hingga tanjakan curam. Mereka berjalan kaki berjam-jam dalam kondisi cuaca lembap dan tanah becek.

Peristiwa ini kembali menegaskan kondisi infrastruktur dasar di wilayah pedalaman Seko yang belum terhubung secara layak. Warga berharap pemerintah memperhatikan persoalan ini, karena akses jalan tidak hanya penting untuk ekonomi dan pendidikan, tetapi juga berkaitan dengan kemanusiaan.

Kondisi jalan buruk menyebabkan ambulans dan kendaraan darurat tidak dapat menjangkau wilayah tersebut. Aktivitas masyarakat, termasuk pelayanan kesehatan, pendidikan, hingga distribusi logistik, bergantung pada moda transportasi tradisional dan penuh risiko.

Bagi masyarakat Seko, menandu jenazah puluhan kilometer bukan hanya tradisi, tetapi bentuk solidaritas dan kepedihan akan realita yang belum berubah. Namun, di balik itu tersimpan harapan akan hadirnya jalan yang layak, agar mereka tak lagi harus menempuh perjalanan melelahkan demi memberi penghormatan terakhir bagi kerabat yang meninggal. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *