Misa Natal Kembali Digelar di Betlehem Pasca Perang Gaza
BETLEHEM – Suasana Natal kembali terasa di Kota Betlehem, Palestina, setelah lebih dari dua tahun perayaan tersebut nyaris tak terdengar akibat perang di Jalur Gaza. Tahun ini, ratusan jemaat kembali memenuhi Gereja di kota yang diyakini sebagai tempat kelahiran Yesus Kristus, menandai kebangkitan simbolis kehidupan dan harapan di tengah luka konflik yang belum sepenuhnya sembuh.
Sejak pecahnya perang antara Hamas dan Israel pada Oktober 2023, Betlehem tidak menggelar perayaan Natal secara meriah. Ketegangan, pembatasan mobilitas, serta kekhawatiran akan keamanan membuat tradisi tahunan itu terhenti. Namun, pada Natal 2025, kota di Tepi Barat yang diduduki Israel tersebut kembali dipenuhi alunan musik, parade, dan doa, meskipun situasi di wilayah Palestina masih jauh dari kata pulih sepenuhnya.
Dilansir AFP, Kamis (25/12/2025), perayaan Natal tahun ini berlangsung saat gencatan senjata yang rapuh tengah diterapkan di Gaza. Di wilayah pesisir itu, ratusan ribu warga Palestina masih harus bertahan hidup di tengah musim dingin dalam tenda-tenda darurat akibat hancurnya permukiman mereka. Kontras antara kemeriahan Natal di Betlehem dan penderitaan di Gaza menjadi bayang-bayang yang tak terpisahkan dari perayaan tersebut.
Di dalam gereja, suasana ibadah berlangsung khidmat. Banyak jemaat terpaksa berdiri atau duduk di lantai karena membludaknya umat yang ingin mengikuti misa Natal. Pada pukul 23.15 waktu setempat, Rabu (24/12/2025), suara organ mulai mengalun, mengiringi prosesi puluhan pendeta yang berjalan memasuki gereja. Prosesi itu dipimpin oleh Patriark Latin Yerusalem, Kardinal Pierbattista Pizzaballa, yang kemudian memberikan berkat kepada jemaat yang hadir.
Dalam khotbahnya, Pizzaballa menekankan pesan perdamaian, harapan, dan kelahiran kembali. Ia menegaskan bahwa makna kelahiran Yesus tetap relevan di tengah dunia yang dilanda konflik, kekerasan, dan ketidakadilan.
“Natal… mengajak kita untuk melihat melampaui logika dominasi, untuk menemukan kembali kekuatan cinta, solidaritas, dan keadilan,” katanya kepada jemaat.
Pesan tersebut disampaikan di tengah kesadaran bahwa konflik belum benar-benar usai. Pizzaballa juga menyinggung kunjungannya ke Gaza pada akhir pekan sebelumnya. Dalam kunjungan itu, ia melihat langsung dampak perang yang masih dirasakan warga sipil meski senjata telah terdiam sementara.
“Ia berbicara tentang kunjungannya ke Gaza yang dilanda perang pada akhir pekan lalu, di mana ia mengatakan ‘penderitaan masih ada’ meskipun ada gencatan senjata,” demikian disampaikan dalam laporan tersebut.
“Luka-lukanya dalam, namun saya harus mengatakan, di sini juga, di sana juga, seruan Natal mereka bergema,” katanya.
Meski demikian, Pizzaballa mengaku terkesan dengan keteguhan hati warga Gaza yang ditemuinya. Ia melihat adanya semangat untuk bangkit kembali, meski hidup dalam keterbatasan dan trauma berkepanjangan.
“Ketika saya bertemu mereka, saya terkesan oleh kekuatan dan keinginan mereka untuk memulai kembali,” imbuhnya.
Bagi warga Betlehem, perayaan Natal tahun ini bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan simbol ketahanan dan pengharapan. Di tengah situasi politik yang tidak menentu dan luka kemanusiaan yang masih menganga, Natal menjadi pengingat bahwa kehidupan, solidaritas, dan harapan masih mungkin dirawat.
Perayaan yang kembali digelar ini juga menjadi pesan sunyi kepada dunia internasional bahwa rakyat Palestina, di tengah konflik dan penderitaan, tetap berupaya mempertahankan martabat, iman, dan harapan akan masa depan yang lebih damai. []
Siti Sholehah.
