Cegah Abuse of Power, MK Batasi Masa Jabatan Pimpinan Organisasi Advokat
JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan ketua umum organisasi advokat maksimal memimpin 2 periode. Hal itu agar mencegak penyalahgunaan kewenangan. “Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 kali dalam jabatan yang sama, baik secara bertutur-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah,” kata Ketua MK, Anwar Usman yang disiarkan di chanel YouTube MK, Senin (31/10/2022).
Alasan membatasi masa jabatan adalah mencegah penyalahgunaan kekuasaan. “Berkenaan dengan masa jabatan 2 kali periode tersebut dapat dilakukan secara berturut-turut atau secara tidak berturut-turut. dengan diletakkan dalam cara berfikir demikian, akan menghilangkan atau mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam tubuh organisasi advokat,” kata hakim MK Saldi Isra.
Putusan itu atas permohonan Zico Simanjuntak. Menurut Zico, advokat adalah kedudukannya setara dengan aparat penegak hukum lainnya seperti jaksa, hakim, maupun kepolisian. “Dengan adanya kesetaraan kedudukan tersebut, sudah pantasnya pengaturan terkait dengan hal-hal yang berkaitan dengan advokat dimulai dari pengangkatan, pemberhentian, seleksi hingga masa jabatan harus diatur melalui undang-undang, bukan melalui AD/RT masing-masing organisasi advokat,” ucap pemohon.
DISSENTING OPINION
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dan hakim konstitusi Daniel Yusmic P Foekh tidak sepakat agar masa jabatan pimpinan organisasi advokat dibatasi UU, dan cukup diserahkan ke AD/ART. Namun suaranya kalah dengan suara mayoritas anggota hakim konstitusi lainnya.
Menurut Anwar-Daniel, untuk menjaga independensi profesi advokat dan fungsi-fungsinya tersebut bisa terlaksana dengan baik, maka pemilihan pimpinan Organisasi Advokat, termasuk masa jabatan, dan berapa kali bisa menduduki jabatan pimpinan organisasi tersebut, semuanya ditentukan dari dan oleh anggota.
“Sebab anggota organisasilah yang lebih tahu dengan kebutuhannya, bukan orang dari luar organisasi dan bukan juga oleh negara. Oleh karenanya, Mahkamah seharusnya tidak terperangkap menjadi positive legislature,” kata Anwar Usman dan Daniel dalam berkas putusan yang dikutip detikcom, Rabu (2/11/2022).
Alasan lain, Anwar-Daniel menyebut soal pembatasan peran negara. Sebab UU 18/2003 telah membatasi peran negara untuk mencampuri urusan advokat sekaligus Organisasi Advokat. Berdasarkan UU 18/2003, kehadiran dan peran negara hanya bersifat terbatas, antara lain, menerima salinan surat keputusan pengangkatan advokat, melaksanakan pengambilan sumpah/janji sebelum menjalankan profesi advokat, menerima putusan penindakan berupa pemberhentian sementara atau pemberhentian tetap advokat, menyampaikan salinan putusan terhadap advokat yang dijatuhi pidana yang telah berkekuatan hukum tetap kepada organisasi advokat, memberikan izin kerja bagi advokat asing atas permintaan kantor advokat, menerima salinan buku daftar anggota dan lain sebagainya.
“Oleh karena itu dapat dipahami mengapa pembentuk undang-undang (DPR dan Presiden) tidak ingin intervensi lebih jauh untuk mengatur susunan Organisasi Advokat yang ditetapkan oleh para advokat dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga [vide Pasal 28 ayat (2) UU 18/2003],” ucap Anwar Usman-Daniel.
Lebih dari itu, norma Pasal 28 ayat (3) UU 18/2003 tidak bisa dibaca secara parsial. Namun harus dibaca satu kesatuan secara utuh dengan norma Pasal 28 UU 18/2003.
“Dari sini bisa difahami bahwa secara implisit harus dibaca bahwa terkait dengan susunan Organisasi Advokat, khususnya mengenai pembatasan masa jabatan dari pengurus organisasi tersebut diserahkan kepada anggota yang memiliki kedaulatan penuh. Hal ini sesuai dengan semangat demokrasi bahwa pemegang kedaulatan dipegang oleh anggota Organisasi Advokat itu sendiri, sehingga sudah tepat pembatasan masa jabatan diserahkan kepada anggota untuk diatur dalam AD/ART,” ujar Anwar Usman-Daniel.
Anwar Usman-Daniel menyayangkan sikap mayoritas hakim MK yang tidak meneruskan sidang tersebut ke sidang pleno. Yaitu dengan menggali lebih dalam maksud tujuan aturan itu baik dari kubu pemerintah, DPR atau para pihak terkait.
“Sekalipun mayoritas hakim mengabulkan permohonan a quo, Mahkamah seharusnya mendengar terlebih dahulu keterangan Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden serta keterangan pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung,” beber Anwar Usman-Daniel..
Voting majelis MK akhirnya mengabulkan permohonan tersebut. “Menyatakan Pasal 28 ayat (3) UU Advokat yang menyatakan, “Pimpinan Organisasi Advokat tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat Pusat mupun di tingkat daerah” bertentangan dengan UUU 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Pimpinan organisasi advokat memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut, dan tidak dapat dirangkap dengan pimpinan partai politik, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah”,” putus MK. [] DTK