MK Tolak Gugatan Pasal UU Polri, Dinilai Redundan dan Pernah Diputus Sebelumnya

JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi terhadap Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Keputusan itu diambil karena pasal yang digugat dinilai telah diuji dalam perkara sebelumnya dan tidak ditemukan alasan hukum baru yang mendasari permohonan kali ini.
Permohonan yang tercatat dalam perkara nomor 93/PUU-XXIII/2025 itu diajukan oleh seorang advokat, Arista Hidayatul Rahmansyah.
Dalam sidang pembacaan putusan, Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan bahwa substansi perkara sudah pernah diperiksa dalam permohonan sebelumnya, yaitu perkara Nomor 84/PUU-XXIII/2025.
“Oleh karena itu, pertimbangan hukum putusan tersebut secara mutatis mutandis berlaku pula dalam mempertimbangkan dalil permohonan a quo. Dengan demikian, dalil pemohon a quo haruslah dinyatakan tidak beralasan menurut hukum,” ujar Arsul dalam sidang yang digelar Selasa (22/7/2025).
Atas pertimbangan tersebut, Majelis Hakim memutuskan menolak permohonan secara keseluruhan.
“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Arsul.
Arista sebelumnya menggugat frasa “menurut penilaiannya sendiri” dalam Pasal 18 ayat (1) UU Polri.
Ia menilai bahwa kalimat tersebut memberi ruang subjektivitas yang besar kepada anggota kepolisian dalam menjalankan wewenang, yang berpotensi digunakan secara sewenang-wenang.
Menurut Arista, norma tersebut rawan disalahgunakan untuk membungkam pihak-pihak yang mengkritik institusi kepolisian atau menjadi lawan politik dari kekuasaan.
Ia juga menyebut bahwa keberadaan frasa itu membuat makna pasal menjadi multitafsir dan tidak memberikan kepastian hukum bagi warga negara.
Selain itu, ia mempertanyakan efektivitas lembaga pengawasan seperti Kompolnas dan Propam dalam menindak anggota Polri yang mungkin menyalahgunakan ketentuan dalam pasal tersebut.
Arista menyatakan, meski pengawasan internal tersedia, pasal ini berpotensi dijadikan tameng untuk melindungi tindakan tidak profesional aparat.
Kendati demikian, Mahkamah berpendapat bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara permohonan yang diajukan Arista dengan perkara terdahulu.
Karena itu, tidak ada alasan konstitusional yang cukup untuk mengubah pendirian Mahkamah. []
Nur Quratul Nabila A