Murni Untuk Kepentingan Adat Istiadat

prosesi-kerajaan-landakLANDAK – Pelaksanaan Ziarah Akbar dan Tumpang Negeri Keraton Ismahayana Landak 2014 sama sekali tidak ada muatan politik, melainkan murni untuk tujuan pelestarian adat istiadat di Kabupaten Landak, Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar). Hal tersebut ditegaskan Ketua Panitia Pelaksana (Panpel) Gst Agus Kurniawan, Senin (23/6).

Dikatakan Gst Agus Kurniawan, panpel tidak terlibat dalam politik praktis. Pernyataan ini disampaikan menuyusul adanya pernyataan dari Majelis Kerajaan Nusantara Kalbar tentang dukungan satu diantara pasangan calon presiden pada saat di gelarnya acara puncak Ziarah Akbar dan Tumpang Negeri Keraton Ismahayana Landak.

“Karena acara Ziarah Akbar dan Tumpang Negeri adalah event kebudayaan yang telah di gelar setiap tahun, jadi tidak ada kaitannya dengan Politik.Apalagi sekarang musim Pemilu presiden,” ujar Agus kepada wartawan.

Tujuan digelarnya kegiatan ini, bertujuan untuk pelestarian adat budaya khususnya budaya melayu dan serta memberikan hiburan pada masyarakat. Jika para raja dari Majelis kerajaan Nusantara menyatakan dukungan ke satu pasangan capres. Namun, panitia pelaksana Ziarah Akbar dan Tumpang Negeri, lebih memilih sikap netral, adanya pilihan hanya ada di hati nurani.

kerajaan kalbar

Agus pun menuturkan kemungkinan besar para masyarakat Ngabang ataupun Landak ini sudah memiliki atau menentukan pilihannya masing-masing sesuai hati nurani. “Pada saat acara tumpang negeri ada yang ingin pasang spanduk satu diantara pasangan capres, terpaksa kami tolak karena saya tegaskan tidak setuju, kalau mau pasang spanduk semua calon secara berdampingan,”tukasnya.

Sementara Komandan Pangkalan Angkatan Laut (Danlanal) Tanjung Pinang Kol Laut (P) Dwika Tjahya Setiawan,  mengajak masyarakat untuk menjunjung tinggi tradisi budaya sendiri. “Budaya di tanah air suatu merupakan warisan leluhur yang patut kita junjung tinggi untuk dasar kehidupan sehari-hari,” ungkapnya.

Menurutnya, Tumpang Negeri bukan sekedar kegiatan atau acara seremonial saja, namun yang terpenting dari makna acara kebudayaan yang perlu dilestarikan sampai generasi penerus agar terus menjaga tradisi budaya yang ada.  “Mari kita bersatu, sebelas raja merupakan satu kesatuan yang merupakan kekuatan budaya Kalbar. Kita harapkan seluruh masyarakat harus mendukung terutama pemerintah daerah,” tegasnya.

Dikatakannya, kerajaan di tanah air warisan yang agung dan besar. Diharapkan kedepan waktu seluruh kegiatan yang ada dimasyarakat  milik bersama. “Kami yang merupakan masyarakat dari  diluar Kalbar sangat bangga kegiatan budaya seperti ini, dan saya pun bangga bisa jadi keluarga kerajaan Kalbar,” terangnya.

Masyarakat harus melestarikan budaya adat budaya. Negera yang besar yang bisa mengakui dan melesatarikan budaya yang ada. “Insya Allah, kami akan membawa bendera majelis kerajaan Kalbar di tempat kami bertugas. Setiap kegiatan tradisi Kalbar agar diminta menghadirinya,” tandasnya.[] RedHP/TKB

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita Lainnya

WELLINGTON — Kasus medis tak biasa terjadi di Selandia Baru setelah seorang remaja laki-laki berusia 13 tahun menelan hingga 100 magnet kecil berkekuatan tinggi yang dibelinya melalui platform belanja daring Temu. Aksi berbahaya tersebut berujung pada operasi besar setelah magnet-magnet itu menyebabkan kerusakan serius pada organ dalam tubuhnya. Remaja itu semula dibawa ke Rumah Sakit Tauranga, Pulau Utara, karena mengalami nyeri perut selama empat hari. Setelah dilakukan pemeriksaan medis, dokter menemukan adanya kumpulan magnet di dalam usus. “Dia mengungkapkan telah menelan sekitar 80–100 magnet berkekuatan tinggi (neodymium) berukuran 5×2 milimeter sekitar satu minggu sebelumnya,” tulis laporan di New Zealand Medical Journal, Jumat (24/10/2025). Magnet neodymium tersebut sejatinya sudah dilarang beredar di Selandia Baru sejak 2013 karena risiko keselamatan yang tinggi, terutama bagi anak-anak. Namun, laporan mengungkapkan bahwa remaja ini masih bisa membelinya secara daring melalui Temu, salah satu platform e-commerce asal Tiongkok yang tengah populer secara global. Hasil sinar-X memperlihatkan magnet-magnet itu menggumpal membentuk empat garis lurus di dalam perut sang remaja. “Ini tampaknya berada di bagian usus yang terpisah namun saling menempel akibat gaya magnet,” ujar pihak medis. Kondisi itu menyebabkan nekrosis, atau kematian jaringan, di empat area usus halus dan sekum, bagian dari usus besar. Tim dokter bedah kemudian melakukan operasi pengangkatan jaringan mati sekaligus mengeluarkan seluruh magnet dari tubuh pasien. Setelah menjalani perawatan intensif selama delapan hari, remaja tersebut akhirnya diperbolehkan pulang. Dalam laporan medisnya, dokter Binura Lekamalage, Lucinda Duncan-Were, dan Nicola Davis menulis bahwa kasus ini menjadi pengingat bahaya besar yang bisa timbul dari akses bebas anak-anak terhadap produk berisiko di pasar online. “Kasus ini tidak hanya menyoroti bahaya konsumsi magnet, tetapi juga bahaya pasar daring bagi populasi anak-anak kita,” tulis mereka. Selain itu, para ahli juga memperingatkan kemungkinan komplikasi jangka panjang akibat insiden ini, termasuk sumbatan usus, hernia perut, serta nyeri kronis yang dapat muncul di kemudian hari. Menanggapi laporan tersebut, pihak Temu menyampaikan penyesalan dan berjanji akan menyelidiki kasus ini secara menyeluruh. “Kami telah meluncurkan tinjauan internal dan menghubungi penulis artikel New Zealand Medical Journal untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” ujar juru bicara Temu dalam pernyataan resminya. Namun, Temu menyebut belum dapat memastikan apakah magnet yang digunakan anak tersebut benar-benar dibeli melalui platform mereka. “Meskipun demikian, tim kami sedang meninjau daftar produk yang relevan untuk memastikan kepatuhan penuh terhadap peraturan keselamatan setempat,” tambahnya. Temu, yang merupakan raksasa e-commerce asal Tiongkok, beberapa kali dikritik di pasar internasional, termasuk di Uni Eropa, karena dinilai belum cukup tegas dalam menyaring produk berbahaya atau ilegal yang beredar di platformnya. Kasus ini menegaskan pentingnya pengawasan orang tua terhadap aktivitas belanja dan penggunaan internet oleh anak-anak, sekaligus menjadi peringatan bahwa satu klik di dunia digital bisa berujung pada konsekuensi serius di dunia nyata.