Nadiem Makarim Ajukan Praperadilan, Gugat Status Tersangka Chromebook

JAKARTA – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, resmi mengajukan gugatan praperadilan atas statusnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan pada periode 2019–2022. Gugatan tersebut diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (23/09/2025).

Kuasa hukum Nadiem, Hana Pertiwi, menegaskan pihaknya menilai penetapan tersangka dan penahanan yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak memiliki dasar yang sah.

“Hari ini daftar permohonan praperadilan atas nama Pak Nadiem Makarim. Objek yang digugat itu ada di penetapan tersangka dan penahanan,” ujarnya.

Menurut Hana, Kejagung belum mengantongi bukti permulaan yang cukup, terutama terkait audit kerugian negara. Ia menekankan bahwa audit tersebut seharusnya dilakukan lembaga resmi seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Instansi yang berwenang itu kan BPK atau BPKP, dan penahanannya juga otomatis, kalau penetapan tersangka tidak sah, penahanannya juga tidak sah,” katanya.

Sebelumnya, pada 5 September 2025, Kejagung menetapkan Nadiem sebagai tersangka. Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, memaparkan bahwa pada 2020 Nadiem selaku Mendikbud melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia. Pertemuan itu membahas program Google for Education yang mengedepankan penggunaan Chromebook di sekolah-sekolah.

Dalam serangkaian pertemuan, disepakati bahwa sistem operasi Chrome OS dan perangkat pendukungnya akan dijadikan proyek pengadaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Rapat internal kemudian digelar untuk menyiapkan pengadaan, meskipun saat itu program belum resmi berjalan.

Nurcahyo menyebut, pada awal 2020, Nadiem menindaklanjuti surat dari Google agar ikut dalam program pengadaan TIK. Padahal, surat serupa di masa Menteri sebelumnya, Muhadjir Effendy, tidak ditanggapi karena uji coba Chromebook tahun 2019 dinilai gagal, khususnya untuk sekolah di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).

Berdasarkan arahan tersebut, beberapa pejabat Kemendikbudristek, di antaranya Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah, diduga menyusun petunjuk teknis dan pelaksanaan dengan spesifikasi yang mengunci penggunaan Chrome OS. Kajian teknis kemudian disusun sebagai dasar resmi proyek.

Puncaknya, pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang mengatur operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan, dengan lampiran yang juga mencantumkan spesifikasi berbasis Chrome OS.

Kejagung menduga, pengadaan tersebut menimbulkan potensi kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun. Nilai itu saat ini masih dalam tahap perhitungan BPKP. Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 junto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor.

Meski demikian, pihak kuasa hukum menilai kasus ini tidak seharusnya langsung menyeret Nadiem sebagai tersangka tanpa prosedur audit resmi. Gugatan praperadilan yang diajukan menjadi upaya untuk membuktikan apakah langkah Kejagung sah secara hukum atau tidak. []

Diyan Febriana Citra.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *