Narasi Ganda Kematian Abral Wandikbo: TNI Bantah Mutilasi, Koalisi Sipil Duga Ada Penyiksaan

PAPUA PEGUNUNGAN — Kematian tragis Abral Wandikbo, warga Kampung Yuguru, Distrik Meborok, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, masih diselimuti tabir misteri.
Abral ditemukan meninggal dunia dengan luka parah di bagian wajah, tangan terikat, dan kondisi kaki melepuh. Peristiwa ini memunculkan narasi ganda antara keterangan pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan kelompok masyarakat sipil.
Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi, menyatakan bahwa Abral merupakan anggota Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang tertangkap dan kemudian melarikan diri hingga terjatuh ke jurang. Ia menegaskan bahwa TNI tidak melakukan tindakan kekerasan seperti mutilasi.
“Prajurit TNI tidak akan melakukan kebiadaban seperti itu. Justru yang melakukan tindakan seperti itu adalah gerombolan OPM,” kata Kristomei kepada Kompas.com, Senin (16/6/2025).
Menurut Kristomei, Abral sebelumnya bersedia bekerja sama dengan prajurit TNI untuk menunjukkan lokasi persembunyian senjata milik kelompok OPM. Namun, dalam perjalanan ke Kampung Kwit, ia melawan dan melarikan diri meski telah diberi tembakan peringatan.
“Setelah melompat ke jurang, aparat TNI tidak melanjutkan pengejaran karena mempertimbangkan risiko tinggi bagi keselamatan pasukan,” tambahnya.
Kristomei mengklaim penangkapan dilakukan secara profesional. Ia menyebutkan bahwa dua pucuk senjata rakitan serta dokumen identitas dan unggahan media sosial Abral menjadi dasar kuat bahwa ia adalah bagian dari kelompok OPM Kodap III/Ndugama.
Berbeda dengan pernyataan TNI, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kasus HAM menyampaikan bahwa Abral Wandikbo bukan anggota OPM, melainkan warga sipil yang dikenal aktif membantu aparat, termasuk dalam pembangunan lapangan terbang di Kampung Yuguru.
Dalam pernyataan tertulis, Koalisi menyebut penangkapan Abral oleh TNI pada 22 Maret 2025 dilakukan tanpa bukti yang sah. Tiga hari kemudian, Abral ditemukan tewas dalam kondisi yang menurut mereka menunjukkan dugaan kuat adanya penyiksaan sebelum kematian.
“Hak korban untuk hidup, tidak disiksa, serta mendapat pendampingan hukum telah dilanggar,” tegas Koalisi.
Koalisi juga mengkritisi narasi aparat yang semula menyebutkan bahwa Abral akan dipulangkan dalam keadaan hidup, namun kemudian mengabarkan bahwa ia melarikan diri dan ditemukan meninggal.
Mencium kejanggalan dalam peristiwa ini, Koalisi Masyarakat Sipil bersama Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua (YKKMP) melakukan audiensi dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada 13 Juni 2025. Dalam pertemuan tersebut, mereka melaporkan kematian Abral sebagai dugaan pelanggaran HAM berat.
“Kami mendesak Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan independen dan mendalam. Kasus ini harus dibuka secara transparan agar tidak menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan hak asasi manusia di Papua,” tegas perwakilan Koalisi.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak Komnas HAM terkait langkah selanjutnya dalam menanggapi laporan tersebut. []
Nur Quratul Nabila A