Netanyahu Minta Ampun, Presiden Israel Ambil Sikap Hati-Hati
JAKARTA – Polemik hukum yang membayangi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kembali memasuki babak penting setelah Presiden Israel Isaac Herzog menegaskan bahwa keputusan atas permohonan pengampunan yang diajukan sang perdana menteri hanya akan dipertimbangkan melalui satu kacamata: “kepentingan terbaik” negara. Pernyataan tersebut disampaikan Herzog di tengah meningkatnya tekanan politik serta polarisasi publik terkait kasus-kasus korupsi yang menyeret Netanyahu.
“Ini akan ditangani dengan cara yang paling tepat dan tepat. Saya hanya akan mempertimbangkan kepentingan terbaik Negara Israel dan masyarakat Israel,” ujar Herzog dalam pernyataannya, Senin (01/12/2025). Sikap itu sekaligus menegaskan bahwa presiden ingin menjaga jarak dari kepentingan politik pihak mana pun ketika menilai permohonan pengampunan yang diajukan Netanyahu.
Pengajuan permohonan pengampunan tersebut sebelumnya diumumkan Netanyahu pada Minggu (30/12/2025). Ia beralasan bahwa rangkaian proses hukum yang telah berlangsung bertahun-tahun telah “memecah-belah” masyarakat Israel. Di hadapan publik, Netanyahu juga mengeklaim bahwa langkah itu merupakan upaya untuk meredakan ketegangan nasional dan membuka jalan menuju rekonsiliasi.
Polemik semakin mengemuka ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump dikabarkan mengirim surat resmi kepada Herzog untuk meminta agar Netanyahu diberikan pengampunan. Hubungan dekat keduanya selama bertahun-tahun membuat dukungan Trump ini menimbulkan reaksi keras, baik dari pengamat politik Israel maupun kelompok oposisi.
Dalam dakwaan yang membelitnya, Netanyahu bersama istrinya, Sara, dituduh menerima hadiah mewah senilai lebih dari USD260.000 berupa cerutu, sampanye, hingga perhiasan dari beberapa miliarder sebagai imbalan bantuan politik. Ia juga diduga berusaha memengaruhi liputan media dalam dua kasus berbeda untuk mendapatkan pemberitaan yang lebih menguntungkan. Netanyahu telah berulang kali membantah melakukan kesalahan dan tetap bersikeras bahwa dirinya menjadi korban kriminalisasi politik.
Situasi semakin tegang menjelang sidang pada Senin (01/12/2025). Massa pendukung dan penentang Netanyahu memadati area di sekitar gedung pengadilan Tel Aviv. Masing-masing kubu menyuarakan argumen keras. Sebagian demonstran bahkan mengenakan pakaian ala tahanan berwarna oranye sebagai simbol tuntutan agar Netanyahu diperlakukan seperti tersangka kriminal lain.
“Dia seharusnya diadili seperti warga negara lainnya di Israel,” ujar seorang pengunjuk rasa bernama Paula Keusch.
Namun, suara sebaliknya datang dari kelompok pro-Netanyahu. “Jika kebaikan negara mendorong Netanyahu untuk meminta penangguhan persidangan, maka saya mendukungnya,” kata Rafael Shamir, pendukung setia sang perdana menteri.
Sementara proses pengadilan terus berjalan, posisi presiden menjadi krusial. Keputusan Herzog kelak dapat menentukan arah politik Israel dalam jangka panjang, terutama di tengah situasi keamanan regional yang masih labil dan konflik internal yang kian meruncing. Untuk saat ini, publik Israel menunggu apakah presiden akan mengutamakan stabilitas politik, preseden hukum, atau kombinasi keduanya dalam memutuskan nasib permohonan pengampunan tersebut. []
Siti Sholehah.
