Oknum Jaksa dan Pengacara Terseret Korupsi Eksekusi Barang Bukti Robot Trading Fahrenheit

JAKARTA – Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan dua tersangka dalam kasus korupsi eksekusi barang bukti korban Robot Trading Fahrenheit. Dua tersangka tersebut adalah seorang oknum jaksa berinisial AZ dan pengacara berinisial BG, yang ironisnya merupakan kuasa hukum para korban.
Kepala Kejati DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya, mengungkapkan bahwa kasus ini bermula dari eksekusi barang bukti dalam perkara nomor register PDM-676/JKTBRT/07/2022 yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Eksekusi dilakukan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 644/Pid.Sus/2022/PN.Jkt.Brt atas nama terdakwa Hendry Susanto pada 12 Desember 2022.
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa dari total barang bukti senilai Rp61,4 miliar yang dieksekusi pada 23 Desember 2024, korban hanya menerima Rp38,2 miliar. Sementara itu, sisanya sebesar Rp23,2 miliar diduga diselewengkan oleh oknum jaksa dan dua pengacara korban, yakni BG dan OS.
“Atas bujuk rayu kuasa hukum korban, yaitu saudara BG dan OS, sebagian uang senilai Rp11,5 miliar diberikan kepada jaksa berinisial AZ yang saat ini menjabat sebagai Kasi Intel Kejaksaan Negeri Landak, Kalimantan Barat. Sisanya diambil oleh dua kuasa hukum korban,” ujar Patris dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (27/2/2025).
Pada 24 Februari 2025, jaksa AZ resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan. Sementara itu, kuasa hukum berinisial BG telah dimintai keterangan dan dinyatakan memiliki cukup alat bukti untuk ditetapkan sebagai tersangka.
Di sisi lain, OS yang juga berstatus kuasa hukum korban hingga kini belum memenuhi panggilan pemeriksaan.
“Kami mengimbau agar kuasa hukum korban bersikap kooperatif dalam menjalani proses hukum,” tambahnya.
Jaksa AZ dijerat dengan Pasal 5 ayat (2), Pasal 11, Pasal 12 huruf e, serta Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, tersangka BG dikenakan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b, serta Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. []
Nur Quratul Nabila A