Patroli Gabungan Diserang ISIS, Dua Tentara AS Tewas di Suriah
JAKARTA – Situasi keamanan di Suriah kembali memanas setelah serangan bersenjata menewaskan dua tentara Amerika Serikat (AS) dan seorang penerjemah lokal. Insiden tersebut terjadi di wilayah Suriah tengah saat rombongan pasukan AS tengah menjalankan patroli gabungan, dan diduga kuat dilakukan oleh anggota kelompok ISIS.
Peristiwa penembakan itu terjadi pada Sabtu (13/12/2025) waktu setempat. Informasi tersebut disampaikan Komando Pusat Amerika Serikat (CENTCOM) pada Minggu (14/12/2025), menyusul laporan awal media pemerintah Suriah yang menyebut adanya serangan bersenjata di kota Palmyra.
Dilansir AFP, patroli gabungan tersebut tengah berada di wilayah yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu basis kuat ISIS. Serangan mendadak itu mengakibatkan tiga warga Amerika meninggal dunia, sementara tiga tentara AS lainnya dilaporkan mengalami luka-luka.
“Sebuah penyergapan oleh seorang penembak ISIS mengakibatkan kematian tiga warga Amerika serta cedera pada tiga tentara lainnya,” bunyi keterangan CENTCOM.
“Penembak itu terlibat baku tembak dan tewas,” katanya.
CENTCOM menyebutkan bahwa serangan dilakukan oleh satu pelaku yang kemudian tewas setelah terjadi baku tembak dengan pasukan keamanan. Hingga kini, otoritas AS belum merilis identitas korban tewas.
Juru bicara Pentagon, Sean Parnell, menjelaskan bahwa serangan terjadi ketika pasukan AS sedang menjalankan agenda penting dalam rangka mendukung operasi kontra-terorisme di wilayah tersebut. Ia menyebut rombongan pasukan AS tengah berada dalam situasi non-tempur saat insiden terjadi.
Parnell mengatakan serangan itu terjadi ketika para tentara “sedang melakukan pertemuan dengan pemimpin kunci” untuk mendukung operasi kontra-terorisme.
Sementara itu, utusan khusus Amerika Serikat untuk Suriah, Tom Barrack, menegaskan bahwa sasaran serangan adalah unit patroli gabungan yang melibatkan pasukan pemerintah Suriah.
Ia mengatakan penyergapan itu menargetkan “patroli gabungan pemerintah AS-Suriah.”
Parnell menambahkan bahwa pihaknya akan merahasiakan identitas para prajurit yang tewas hingga proses pemberitahuan kepada keluarga korban selesai dilakukan.
Insiden ini menjadi serangan fatal pertama terhadap pasukan Amerika sejak perubahan besar politik di Suriah. Serangan tersebut terjadi setelah pasukan yang dipimpin kelompok Islamis menggulingkan Presiden Bashar al-Assad pada Desember tahun lalu, yang kemudian membuka kembali jalur hubungan diplomatik antara Suriah dan Amerika Serikat.
Sebelumnya, kantor berita negara Suriah, SANA, melaporkan bahwa serangan di Palmyra menyebabkan sejumlah tentara AS dan dua personel militer Suriah mengalami luka-luka. Mereka disebut tengah mengikuti “tur lapangan bersama” di wilayah tersebut.
Palmyra sendiri dikenal sebagai kota bersejarah yang menyimpan banyak reruntuhan kuno dan telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Kota ini sempat berada di bawah kendali ISIS sekitar satu dekade lalu, yang mengakibatkan kehancuran besar pada situs-situs bersejarahnya.
Seorang pejabat militer Suriah yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa tembakan dilepaskan “selama pertemuan antara perwira Suriah dan Amerika” di sebuah pangkalan militer di Palmyra. Kesaksian serupa juga disampaikan oleh seorang saksi mata yang mengaku mendengar suara tembakan dari dalam kompleks pangkalan.
Dalam wawancara dengan televisi pemerintah, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Suriah, Anwar al-Baba, mengungkapkan bahwa pihaknya telah memberikan peringatan dini terkait potensi ancaman ISIS di wilayah gurun.
Ia mengatakan telah ada “peringatan sebelumnya dari komando keamanan internal kepada pasukan sekutu di wilayah gurun tentang potensi penyusupan ISIS.”
“Pasukan koalisi internasional tidak mempertimbangkan peringatan Suriah tentang kemungkinan penyusupan ISIS,” katanya.
SANA juga melaporkan bahwa helikopter telah dikerahkan untuk mengevakuasi korban luka ke pangkalan Al-Tanf di Suriah selatan, yang menjadi salah satu basis utama pasukan Amerika dalam operasi koalisi internasional melawan ISIS.
Serangan ini kembali menegaskan bahwa meskipun ISIS telah kehilangan wilayah kekuasaannya, ancaman kelompok tersebut di Suriah masih nyata dan berpotensi menargetkan pasukan internasional yang terlibat dalam operasi keamanan di kawasan tersebut. []
Siti Sholehah.
