Pemanduan Ilegal di Muara Muntai Raup Rp2 M per Bulan

KUTAI KARTANEGARA – Praktik pemanduan kapal secara ilegal di perairan Sungai Mahakam, tepatnya di Desa Muara Muntai Ilir, Kecamatan Muara Muntai, Kutai Kartanegara, terkuak menghasilkan perputaran uang miliaran rupiah setiap bulannya.

Dalam merespons hal itu, PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo IV Samarinda kini resmi melaksanakan pemanduan dan penundaan kapal di wilayah tersebut berdasarkan mandat Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Pelindo memperoleh pelimpahan tugas berdasarkan Keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor KP-DJPL 225, serta diperkuat oleh Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 244 Tahun 2021 yang menetapkan perairan dari Pelabuhan Samarinda hingga Muara Muntai sebagai wilayah wajib pandu Kelas I.

General Manager Pelindo IV Samarinda, Capt Suparman, menegaskan bahwa Pelindo telah melaksanakan tanggung jawab sesuai regulasi yang berlaku.

“Kami sudah lakukan sosialisasi dan pelaksanaan Go-Live pelayanan pemanduan dan penundaan kapal di perairan Muara Muntai dimulai Senin (9/6/2025),” jelasnya.

Namun, pihaknya memilih kembali ke Samarinda untuk sementara demi alasan keamanan.

“Kami berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait. Untuk alasan keselamatan, tim kembali ke Samarinda dan menunggu kondisi lebih kondusif,” tegasnya.

Kepala Desa Muara Muntai Ilir, Arifadin Nur, mengungkap bahwa wilayah alur pelayaran di desanya memang tergolong rawan karena kontur sungai yang berkelok tajam.

“Alurnya seperti huruf S. Kalau kapal terlalu ke kanan bisa terjebak di perairan dangkal, ke kiri bisa menghantam keramba. Karena itu wajib pemanduan,” jelas Arifadin.

Ia menyebut praktik pemanduan telah berlangsung lama, tetapi dilakukan secara ilegal tanpa izin dan tanpa menggunakan kapal sesuai ketentuan.

“Kapal yang digunakan itu tidak layak. Kalau ada apa-apa, siapa yang bertanggung jawab?” tegasnya.

Tarif yang dikenakan oleh pihak ilegal berkisar antara Rp5 juta hingga Rp7,5 juta per kapal, dengan lalu lintas sekitar 10 kapal per hari. Total potensi pendapatan bulanan ditaksir mencapai Rp2 miliar.

Arifadin juga membantah tuduhan bahwa ia menjadi pihak yang menghalangi usaha lokal. Ia bahkan sempat didatangi seseorang bernama Muis yang memberikan uang sebesar Rp15 juta, yang diklaim sebagai uang muka kerja sama.

“Memang saya temui di kantor desa, tapi saya bilang bawa saja uang itu. Jangan asal sebut kerja sama kalau belum legal,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa desanya terbuka terhadap investasi, asalkan sesuai aturan.

“Legalkan dulu usahanya. Kalau tidak sah, nanti pendapatan Bumdes juga jadi masalah. Kalau ada persoalan hukum, kami yang repot,” tandasnya.

Kepolisian Resor Kutai Kartanegara kini tengah menyelidiki polemik yang melibatkan sejumlah pihak tersebut. Kasat Reskrim Polres Kukar, AKP Ecky Widi Prawira, menyebut pihaknya menerima laporan dari dua kubu, yakni kepala desa dan kelompok warga lain yang berseberangan pandangan.

“Kami sudah terima dua laporan sejak Senin dan Selasa lalu. Penyidikan akan ditingkatkan, dan saat ini kami masih dalam tahap pemeriksaan saksi,” ucapnya.

Sebanyak 12 saksi telah diperiksa, dan berdasarkan rekaman video, terdapat 1–4 orang yang berpotensi menjadi tersangka. Namun, hingga kini belum ada penetapan resmi.

“Kami fokus terhadap dugaan tindak pidana saat aksi di pelabuhan. Untuk pihak Pelindo sendiri, sejauh ini belum kami periksa,” pungkasnya. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *