Pembangunan Jembatan Darurat Tidak Jelas
PEMBANGUNAN ulang jembatan Benanga menuju Desa Muang Dalam, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, menemui kendala. Jembatan darurat yang harusnya dibangun tepat di samping jembatan lama tidak kunjung dikerjakan sebab persoalan sosial.
Dikonfirmasi kebenaran informasi tersebut, Kepala Seksi (Kasi) Jembatan Dinas Bina Marga dan Pengairan (DBMP) Kota Samarinda Eko Restu membenarkan hal itu. Dia menyebut sudah menyediakan dana sebesar Rp 2 miliar untuk memulai proyek pembangunan tersebut. “Tapi kami mendapat laporan ada warga yang menolak karena melewati tanahnya. Kalau seperti ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda tidak bisa melanjutkan programnya,” tuturnya.
Karena itu dia berharap masalah sosial ini bisa segera diselesaikan sehingga warga lain tidak ikut mendapat dampaknya. Terpisah, Lurah Kelurahan Lempake Nurharyanto mengaku sudah menggelar lima kali sosialisasi bersama warga sekitar. Lima kali pertemuan itu, tidak ada hasil memuaskan. “Masih ada warga yang belum merelakan tanahnya dilalui jembatan darurat,” ujarnya.
Penasaran dengan warga yang dimaksud Eko dan Nurharyanto, media ini mencoba mencari tahu penyebab penolakan jembatan darurat tersebut. Rudi (35), perwakilan keluarga yang mempermasalahkan jembatan darurat tersebut mencoba menjelaskan. Menurutnya, tidak ada niatan dari keluarga besarnya untuk menolak atau menghambat proyek tersebut.
Namun dia minta ada pihak yang bisa bertanggungjawab jika terjadi hal yang tidak diinginkan. Khususnya ketika getaran pembangunan proyek itu berimbas pada bangunan rumah mereka. Sebab pengalaman Rudi membuktikan, ketika proyek bendungan Benanga dikerjakan, tidak ada yang bertanggungjawab terhadap rumah warga yang rusak. “Kami tidak pernah bermaksud menghalangi program ini. Kami hanya minta siapa yang bertanggungjawab. Itu saja. Jangan sampai seperti dulu, ketika kami tanya pada kontraktor malam diarahkan ke PU Kaltim dan sebaliknya,” tegasnya.
Selain itu, dia minta kalau memang jembatan darurat harus dibangun menyeberang dari seberang jalan ke depan rumahnya, maka dia minta agar dibuat turap. Hal ini mencegah agar halaman depan rumahnya tidak tergerus air. Sayang, Rudi mengaku tidak mendapat jawaban yang pasti sehingga dia tetap bersikukuh tidak mengizinkan jembatan darurat itu dibangun depan rumahnya.
Rudi tidak menampik isu permintaan kompensasi atas dampak proyek tersebut. Sebab proyek itu akan dikerjakan dalam waktu yang cukup lama, sedangkan aktivitasnya tentu akan membawa dampak bagi keluarganya. “Itu bukan dari pribadi saya namun keluarga besar saya. Tapi intinya kami minta ada tanggungjawab dari kontraktor nantinya,” pungkasnya. RedFj/SP