Pembangunan SPPG di Kaltim Dikhawatirkan Tersendat, DPRD Angkat Bicara

ADVERTORIAL – Rencana Badan Gizi Nasional (BGN) untuk memperluas jangkauan pelayanan pemenuhan gizi melalui pembangunan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Timur (Kaltim) dipandang sebagai langkah penting dalam menekan angka kekurangan gizi di daerah. Namun, agar pelaksanaan program ini berjalan optimal, sejumlah aspek teknis dan pendanaan dinilai perlu dievaluasi lebih lanjut.

Sebagaimana dijelaskan oleh Kepala BGN, Dadan Hindayana, pihaknya akan membangun tiga unit SPPG di setiap wilayah kabupaten/kota di Kaltim. Total sebanyak 350 unit SPPG ditargetkan dapat dibangun secara nasional, dengan anggaran Rp10 miliar per tahun untuk tiap unitnya.

Meski ide ini dipandang strategis, kalangan legislatif daerah melihat adanya kendala yang dapat memperlambat realisasi, terutama dalam hal keterlibatan pihak swasta. Sekretaris Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim, Muhammad Darlis Pattalongi, menyampaikan bahwa angka investasi yang ditawarkan belum cukup menarik bagi kalangan swasta.

“Saya menyambut positif kesepakatan pembangunan SPPG, tapi kalau swasta murni diharapkan membangun dapur-dapur untuk pelayanan makan gizi gratis itu cenderung akan lambat, karena anggaran tidak sesuai dengan hitungan mereka,” ujar Darlis saat ditemui di Samarinda, Selasa (15/07/2025).

Lebih lanjut, Darlis menyoroti kemungkinan munculnya hambatan teknis di daerah pedalaman dan terpencil. Ia menilai, pembangunan fasilitas di wilayah tersebut akan membutuhkan biaya lebih besar, sementara anggaran yang tersedia dinilai masih terbatas.

“Saya mengkhawatirkan target untuk membangun SPPG sejumlah itu tidak tercapai, karena anggaran dialokasikan nilainya tidak masuk untuk memenuhi syarat standar dapur yang harus dipenuhi,” ucapnya.

Menurut Darlis, keterlibatan swasta dapat terwujud jika BGN memperhitungkan ulang struktur anggaran serta menyederhanakan standar teknis sesuai dengan kondisi daerah. “Lambatnya pembangunan dapur-dapur karena persyaratan yang begitu ketat sementara mereka menghitung dari Rp15.000 dengan Rp5.000 untuk diperuntukkan operasional dan Rp10.000 bahan makanan,” tutur Darlis.

Ia menyarankan agar pemerintah pusat melalui BGN tidak hanya fokus pada aspek kesepakatan, tetapi juga menyusun skema pendanaan yang proporsional untuk masing-masing wilayah, sehingga sektor swasta tidak ragu untuk terlibat.

“Menurut saya tidak hanya cukup kepada kesepakatan, tapi juga barangkali juga pihak BGN harus melihat anggaran yang dialokasikan per unit, sehingga bisa menjadi pihak swasta akan berminat menyambut target pembangunan SPPG di daerah,” tutupnya.[]

Penulis: Selamet | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *