Pemberian Hibah Ke Yayasan Mujahidin Pontianak Punya Landasan Hukum Dan Tidak Melanggar Regulasi

Pengamat hukum dan kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar.

PONTIANAK, PRUDENSI.COM-Pengamat hukum dan kebijakan publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai bahwa pemberian dana hibah Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat kepada Yayasan Mujahidin Pontianak memiliki landasan hukum yang kuat dan tidak melanggar regulasi.

Menurutnya, dari sisi hukum administrasi negara dan keuangan daerah, hibah tersebut sah dan telah dipertanggungjawabkan secara akuntabel.

“Pemberian hibah oleh Pemprov Kalbar untuk pembangunan sarana pendidikan dan fasilitas publik lainnya dapat dibenarkan secara hukum. Tidak ada regulasi yang dilanggar. Semuanya sudah sangat jelas,” ujar Herman saat dimintai tanggapan, Kamis, 16 Oktober 2025.

Herman menjelaskan, dasar hukum pemberian hibah ini bertumpu pada dua pilar utama: prinsip-prinsip hukum keuangan daerah dan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB). Dalam konteks ini, ia merujuk pada Permendagri No. 77 Tahun 2020 sebagai regulasi khusus (lex specialis) yang mengatur secara rinci tata cara pengelolaan keuangan daerah, termasuk mekanisme pemberian hibah.

Asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis masih berlaku dalam sistem hukum kita. Permendagri 77/2020 memberikan dasar bagi pemerintah daerah untuk memberikan hibah secara terus-menerus kepada badan atau lembaga yang telah ditetapkan, termasuk yayasan pengelola Masjid Raya Provinsi,” jelasnya.

Menurutnya, ketentuan tersebut mengenyampingkan batasan-batasan yang tercantum dalam Permendagri sebelumnya, sehingga pemberian hibah berulang kepada Yayasan Mujahidin tidak bertentangan dengan aturan hukum.

Herman menegaskan bahwa hibah ini juga telah memenuhi seluruh persyaratan formal, termasuk status badan hukum penerima dan kesesuaian tujuan hibah dengan sasaran program daerah, yaitu mengatasi defisit daya tampung sekolah negeri saat itu. Hal ini menunjukkan penerapan Asas Kepentingan Umum dalam AUPB.

“Dari aspek administrasi dan regulasi keuangan daerah, hibah ini sah dan akuntabel. Seluruh mekanisme pertanggungjawaban atau LPJ telah diserahkan penerima hibah dan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tanpa temuan material yang substansial,” tegasnya.

Herman menjelaskan, dengan adanya LPJ dan audit BPK, maka pertanggungjawaban hibah dianggap telah selesai secara hukum administrasi dan keuangan.

“Tidak ditemukan adanya kerugian negara atau penyimpangan substansial dari penggunaan dana hibah tersebut,” tambahnya.

Menanggapi adanya dugaan tindak pidana dalam kasus hibah tersebut, Herman menyebut tuduhan tersebut masih sangat kabur dan prematur. Ia menilai tidak ada mens rea atau unsur niat jahat dalam bentuk penyalahgunaan wewenang maupun kerugian negara yang timbul dari proses pemberian dan penggunaan dana.

“Semua proses hukum harus didasarkan pada hukum positif yang berlaku, bukan tekanan politik, opini publik, atau pendekatan kekuasaan,” kata Herman.

Ia mengingatkan bahwa penegakan hukum harus objektif, menjauhi bentuk-bentuk kezaliman, dan tidak dipengaruhi framing opini publik yang tidak berdasar.

“Kita semua sepakat hukum harus ditegakkan. Namun, penting juga menjaga proses hukum agar fokus pada aspek pidana yang berbasis bukti sah, bukan intervensi politik, penyalahgunaan kewenangan, atau sentimen pribadi,” ujarnya.

Herman menambahkan, pengawasan publik dan peran pers menjadi krusial dalam memastikan proses hukum berjalan transparan dan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu.

“Pengawasan publik adalah bentuk kontrol sosial agar aparat penegak hukum bekerja profesional. Jangan sampai hukum dijadikan alat tekanan politik atau pencitraan,” pungkasnya.(*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *