Pembunuh Gadis Penjual Gorengan Divonis Mati

PARIAMAN – Pengadilan Negeri Pariaman, Sumatra Barat, menjatuhkan vonis hukuman mati terhadap terdakwa Indra Sepriarman alias In Dragon dalam kasus pembunuhan dan rudapaksa terhadap gadis penjual gorengan berusia 18 tahun, Nia Kurnia Sari.
Putusan tersebut dibacakan pada Selasa (5/8/2025) oleh Ketua Majelis Hakim Dedi, yang menyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
“In Dragon divonis hukuman mati karena secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana,” ucap Ketua Majelis Hakim.
Putusan tersebut selaras dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sejak awal mendakwa pelaku atas tindakan keji yang menewaskan korban pada 6 September 2024, saat korban tengah berkeliling menjajakan gorengan di sekitar desa.
Setelah dilaporkan hilang selama dua hari, jasad Nia ditemukan dalam keadaan terkubur pada 8 September 2024.
Tersangka akhirnya ditangkap pada 19 September 2024 di sebuah rumah kosong di wilayah Padang Kabau, Kecamatan Padang Sago, Kabupaten Padang Pariaman.
Pihak kuasa hukum terdakwa, Defriyon, menyatakan tidak menerima putusan tersebut dan menyatakan akan mengajukan banding, serta berencana menempuh jalur kasasi dan peninjauan kembali (PK) apabila diperlukan.
“Kalau hakim mempertimbangkan, ahli forensik jelas menyebut bahwa NKS meninggal bukan karena tali rafia tapi penekanan di dada sebelah kiri,” tukas Defriyon saat diwawancarai usai persidangan.
Ia menilai tidak ada saksi ahli yang secara eksplisit menunjukkan adanya unsur perencanaan pembunuhan.
Menurutnya, terdakwa seharusnya dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian, bukan pembunuhan berencana.
“Mengacu pada pasal 1 angka 28 KUHAP, ahli itu memberi keterangan seterang cahaya, tapi putusan ini tidak menggambarkan itu,” bebernya.
Selain banding, Defriyon juga menyatakan akan mengupayakan permintaan amnesti kepada Presiden Prabowo Subianto, sebagai langkah hukum lanjutan untuk meringankan hukuman terdakwa.
Ia menyebut amnesti sebagai hak prerogatif Presiden dalam menghapus pidana bagi individu atau kelompok tertentu.
Di sisi lain, keluarga korban mengaku lega atas vonis mati terhadap In Dragon. Ibunda korban, Eli Marlina, menyatakan bahwa keadilan telah ditegakkan dan hukuman tersebut sesuai dengan perbuatan pelaku yang sangat keji.
“Alhamdulillah hakim sangat bijak dalam menetapkan putusan, perbuatan In Dragon memang selayaknya mendapat hukuman mati,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa sejak awal pihak keluarga tidak pernah melihat ada itikad baik dari terdakwa untuk meminta maaf atau menunjukkan penyesalan.
“Nia adalah anak kesayangan saya, kepergiannya sangat membuat saya terpukul. Semoga hukuman ini bisa menenangkan Nia,” ujarnya sambil menahan tangis.
Hingga kini, kasus ini masih menyisakan luka mendalam bagi keluarga korban, meski mereka merasa sedikit terobati dengan vonis maksimal dari pengadilan. []
Nur Quratul Nabila A