Pembunuh Nia Dituntut Mati, Sidang di PN Pariaman Memanas

PARIAMAN — Terdakwa kasus pembunuhan dan pemerkosaan terhadap remaja penjual gorengan, Nia Kurnia Sari (18), dituntut hukuman mati oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Pariaman, Selasa (8/7/2025).
Tuntutan maksimal ini disampaikan JPU dengan pertimbangan adanya unsur kekejaman, ketidakberperikemanusiaan, serta rekam jejak kriminal terdakwa, Indra Septriaman alias In Dragon.
“Kami mengajukan tuntutan pidana mati terhadap terdakwa,” kata Ketua Tim JPU, Bagus Priyonggo, dikutip dari Antara, Sabtu (12/7/2025).
Dalam pertimbangannya, JPU mengungkap bahwa terdakwa pernah terlibat dalam sejumlah perkara, mulai dari narkotika, kasus asusila, hingga pencurian.
Hal ini menurut jaksa mengindikasikan bahwa terdakwa memiliki niat jahat berulang yang membahayakan masyarakat.
“Karena itu kami melakukan tuntutan maksimal,” tambah Bagus.
Namun di sisi lain, tim kuasa hukum terdakwa menilai tuntutan pidana mati tersebut terlalu dipaksakan dan tidak mencerminkan fakta persidangan.
Pengacara terdakwa, Dafriyon, menyebut bahwa tidak ada bukti kuat yang mengarah pada unsur pembunuhan berencana.
“Yang ada itu menurut ahli forensik, yang ada itu hanya penganiayaan. Karena ada memar di tubuhnya si Nia,” ujarnya.
Dafriyon mengutip kesaksian ahli forensik yang menyebut bahwa penyebab kematian korban bukan karena jeratan tali, melainkan karena tekanan di bagian dada, yang menurutnya memperkuat argumen bahwa pembunuhan terjadi secara spontan, bukan direncanakan.
“Jika seandainya bukti dan fakta di persidangan itu tidak ada berarti kabur,” tambahnya.
Kasus ini menyita perhatian publik karena kekejaman tindakan yang dilakukan terhadap korban.
Nia, seorang penjual gorengan keliling di Kabupaten Padang Pariaman, dilaporkan hilang sejak 6 September 2024. Ia terakhir terlihat sedang berjualan seperti biasa.
Setelah tiga hari pencarian oleh warga dan aparat gabungan, jasad Nia ditemukan dalam kondisi mengenaskan, terkubur dangkal, tanpa busana, dengan tangan terikat, pada 8 September 2024.
Penangkapan tersangka berlangsung dramatis. Setelah buron selama 11 hari, In Dragon ditemukan bersembunyi di rumah kosong yang berada di dalam hutan.
Ratusan warga sempat mengepung lokasi. Saat hendak ditangkap, terdakwa berusaha kabur dan naik ke atas plafon rumah, namun berhasil diamankan oleh aparat.
Kasus ini tidak hanya mengguncang keluarga korban, tetapi juga memicu kemarahan masyarakat yang menuntut hukuman setimpal.
Banyak pihak menilai bahwa kasus seperti ini seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah dan penegak hukum, terutama terkait upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak di daerah.
Majelis hakim dijadwalkan akan membacakan vonis terhadap In Dragon dalam beberapa pekan mendatang.
Perdebatan antara tuntutan maksimal jaksa dan pembelaan kuasa hukum akan menjadi pertimbangan penting dalam putusan akhir. []
Nur Quratul Nabila A