Pemerintah Diminta Tegas Soal Jalur Tambang di Paser

ADVERTORIAL – Suara keresahan masyarakat Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, kian menguat. Bukan tanpa alasan, penggunaan jalan umum sebagai jalur hauling batubara oleh sejumlah perusahaan tambang dalam beberapa tahun terakhir telah memicu gelombang protes, konflik sosial, bahkan korban jiwa. Tekanan terhadap pemerintah daerah dan provinsi pun semakin meningkat seiring belum adanya solusi konkret atas persoalan ini.
Kondisi teranyar menyoroti keretakan sosial yang makin dalam di masyarakat, khususnya di wilayah Muara Komam, Batu Sopang, dan Kuaro. Ketegangan tersebut telah melahirkan insiden berdarah dan membuat banyak pihak menuntut penyelesaian segera, baik dari segi hukum maupun kebijakan transportasi tambang.
Masyarakat Paser, utamanya para pengguna jalan dan tokoh lokal, merasa keberadaan truk-truk tambang yang melintas di jalan publik telah mengganggu tatanan kehidupan mereka. Truk bermuatan besar tak hanya merusak infrastruktur jalan, tapi juga menciptakan kekhawatiran soal keselamatan berkendara. Kehadiran kendaraan hauling ini telah mengubah wajah jalan raya menjadi medan penuh risiko.
Namun di sisi lain, tidak bisa diabaikan pula nasib para sopir truk hauling. Selama hampir sembilan bulan terakhir, ribuan orang kehilangan penghasilan akibat terhentinya aktivitas angkut batubara. Mereka yang menggantungkan hidup dari sektor ini kini menghadapi ketidakpastian ekonomi dan beban sosial yang berat.
Puncak kegelisahan warga terjadi ketika dua tokoh agama terkemuka menjadi korban kecelakaan lalu lintas yang diduga berkaitan dengan aktivitas hauling. Meninggalnya Ustadz Teddy pada Mei 2024 dan Pendeta Veronika pada Oktober 2024 menjadi titik kulminasi kemarahan masyarakat. “Kami kehilangan panutan. Mereka orang baik yang tak semestinya menjadi korban,” keluh seorang warga Kuaro yang enggan disebut namanya.
Tragedi tak berhenti di sana. Pada November 2024, Rusel (60), seorang warga Dusun Muara Kate, ditemukan tewas. Dugaan kuat, kasus ini berkaitan erat dengan konflik jalur hauling. Kematian Rusel memunculkan gelombang desakan agar pemerintah bertindak lebih tegas. Isu ini akhirnya menarik perhatian Wakil Gubernur Kalimantan Timur, H. Seno Aji. Ia menghadiri pertemuan penting yang difasilitasi Pemkab Paser di Ruang Sadurengas, Kantor Bupati Paser, Tanah Grogot, pada Jumat (13/06/2025).
Dalam pertemuan tersebut, Seno Aji mengungkapkan bahwa pemerintah provinsi terus memantau situasi dan berkomitmen menyelesaikan konflik ini secara tuntas. “Saya sampaikan bahwa kasus-kasus yang sudah terjadi, terutama yang menyebabkan hilangnya nyawa warga, telah ditangani oleh aparat kepolisian. Beberapa pelaku bahkan sudah divonis. Kita pastikan hukum ditegakkan secara adil dan tegas,” ujar Seno Aji.
Terkait kasus Rusel, Seno memastikan proses hukum masih berjalan dan berharap penyidikan segera menemui titik terang. “Kasus almarhum Rusel sedang dalam proses penyidikan, dan kami berharap dalam waktu dekat akan ada kejelasan hukum. Kita tidak ingin konflik ini makin memanas,” ucapnya.
Lebih jauh, ia menekankan pentingnya penyelesaian jangka panjang melalui pembangunan jalur khusus hauling. Menurutnya, jalan umum seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat, bukan untuk aktivitas industri berskala besar yang berisiko tinggi. “Saya mengajak seluruh pihak untuk menjaga kondusivitas. Jangan sampai perbedaan kepentingan menimbulkan kekerasan. Kami di provinsi juga akan mengkaji regulasi dan berkomunikasi dengan pihak perusahaan tambang untuk menyusun skema penggunaan jalan khusus yang tidak membahayakan masyarakat,” tegasnya.
Kini, masyarakat menaruh harapan besar kepada pemerintah untuk menghadirkan kebijakan nyata dan terukur. Mereka mendambakan perlindungan atas keselamatan di jalan, kepastian hukum atas setiap pelanggaran, dan kejelasan arah industri tambang agar tidak berbenturan dengan kebutuhan publik.
Sembari menanti hasil penyidikan dan langkah konkrit dari pemangku kebijakan, sejumlah tokoh masyarakat menyerukan penghentian sementara aktivitas hauling. Mereka khawatir jika tidak segera ditangani, konflik ini bisa menimbulkan korban jiwa berikutnya.
Polemik jalan hauling di Paser bukan sekadar urusan tambang, tetapi soal keadilan ruang hidup dan hak atas keselamatan bersama. Warga tidak menolak pembangunan, tapi mereka menuntut tanggung jawab dan keberpihakan dari negara.
Penulis: Nur Quratul Nabila | Penyunting: Enggal Triya Amukti