Pemerintah Lamban Atasi Bencana Kabut Asap

asap pekat di samarinda

SAMARINDA – Upaya pemerintah mengatasi kabut asap dinilai lamban. Padahal, tingkat kepekatan asap semakin mengancam kesehatan. Di Kaltim-Kaltara, bahkan, asap telah merenggut satu nyawa. Relawan Solidaritas Rakyat untuk Korban Asap Kaltim, Kahar Al Bahri mengatakan, saat ini warga sudah bergerak melihat kondisi bencana asap yang sudah tergolong darurat. Dan, memang yang dimiliki warga negara hanya solidaritas.

Bila menyerahkan kepada negara, pasti tidak akan mampu bertindak sendiri. Perlu gotong royong. Hanya, yang disesalkan, dari level nasional hingga daerah, bencana tersebut terus berulang tiap tahun. “Seakan tidak ada mitigasi bencana yang terstruktur dan menyeluruh (dari nasional ke daerah) dari pemerintah,” ucap Ocha, begitu disapa, Kamis (22/10). Bahkan, disebutnya, tak ada upaya evakuasi bagi warga yang terpapar asap. Jadi, terkesan pemerintah menyerah terhadap bencana musiman tersebut.

Di bencana lain pun demikian. Ketika sudah jatuh korban, lalu kebakaran jenggot untuk bertindak. Kemudian, pemerintah memberi santunan kepada keluarga korban. Padahal, di struktur pemerintahan ada Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Dinas Kesehatan (Diskes), dan Dinas Sosial, namun program pencegahan tak berjalan dengan baik. “Kalau alasannya tidak ada anggaran untuk bergerak, tak ada salahnya diperbesar tahun depan,” ujar dia.

Sedianya, ketika kadar udara sudah di atas ambang batas normal, imbauan sampai ke level RT sudah tersampaikan terkait langkah yang dilakukan ketika itu terjadi. Salah satu poin tuntutan gerakan ini, yakni mendesak pemerintah daerah memperbanyak tempat evakuasi lokal dengan sistem pembersih udara.

Kaitan dengan itu, gerakan solidaritas juga bergerak dengan menginventarisasi tempat yang aman untuk mengevakuasi. Semisal, di rumahnya yang memiliki dua kamar kosong bisa dimanfaatkan. “Nah, kalau ada warga dari daerah yang terpapar asap parah mencari fasilitas yang baik, silakan ditinggali dengan gratis. Kami (gerakan solidaritas) meminimalisasi pengeluaran orang daerah ke kota,” kata aktivis penggiat lingkungan tersebut.

Contoh itu, sambungnya, sudah terlaksana di Banjarmasin. Warga Palangkaraya yang berada di zona bahaya asap sudah mulai migrasi ke ibu kota Kalimantan Selatan. Sontak, itu disambut Wahana Lingkungan Hidup beserta jaringan dengan mengirim mobil jemputan evakuasi balita dan kelompok warga rentan lainnya. Itu mengartikan, banyak cara yang bisa dilakukan tanpa mengeluarkan uang besar. Tak seperti alasan yang digunakan pemerintah. Secara nasional telah ada 214 yang tergabung dalam gerakan solidaritas ini. Kemudian, 67 di antaranya berasal dari Benua Etam.

“Pendataan (tempat evakuasi) terus kami jalankan. Tidak ada yang bisa memprediksi Kaltim ke depan. Bisa jadi semakin buruk,” tutur mantan dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim itu. Pemerintah, terangnya, harus mengambil tindakan sekarang. Setidaknya upaya memfasilitasi ketika ada korban sekarat akibat terpapar asap. Sebagai contoh, di ruangan tertentu di rumah sakit, disiapkan kamar khusus warga yang terdampak asap. Jadi, tak bercampur dengan pasien umum lainnya, sehingga tak perlu mengantre. Ocha juga menyarankan, rumah dinas kepala daerah bisa turut dimanfaatkan. “GOR Segiri juga diminta untuk disiapkan. Petisi juga sedang didorong di change.org,” ujar dia.

Sementara itu, Kepala BPBD Kaltim Wahyu Widhi Heranata mengatakan, masih berpedoman pada instruksi presiden (Inpres) Nomor 16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan hasil rapat koordinasi pada 15 Oktober. Disebutkan, penanganan berdasar tugas pokok dan fungsi masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Mulai dari BPBD, Diskes, hingga Dinas Kehutanan di kabupaten/kota se-Kaltim.

“Sudah jelas tugas masing-masing SKPD. Itu saja yang diselesaikan sekarang,” tegas Didit yang mengaku sedang di Jakarta, tadi malam. Upaya lain, berupa pemadaman api, sosialisasi larangan membakar lahan kepada masyarakat dan perusahaan, membuat posko siaga bencana, patroli darat dan udara, penegakan hukum yang dilakukan aparat kepolisian bekerja sama dengan TNI dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Namun, dia menyebut, hingga kini pemerintah belum meningkatkan status bencana kabut asap menjadi darurat bencana. Apalagi, hingga evakuasi warga yang terdampak kabut asap. “ISPA memang meningkat berdasarkan laporan Diskes Kaltim. Tapi, roda pemerintahan masih berjalan normal. Kalau mau dievakuasi ke mana juga? Semua tertutup asap ‘kan,” kata dia.

LANJUTKAN PEMBATALAN

Sempat terlantar karena kabut asap, ratusan penumpang Lion Air tujuan Tarakan (Kalimantan Utara) melalui Bandara Internasional Sepinggan Balikpapan akhirnya diberangkatkan, Kamis (22/10). Sebaliknya, lima penerbangan tujuan Berau (masing-masing tiga penerbangan Lion Air dan dua penerbangan Sriwijaya Air) terpaksa dibatalkan. Penyebabnya, asap pekat membuat jarak pandang hanya satu kilometer.

Berbeda dengan dua hari lalu, tiga penerbangan Lion Air kemarin berhasil menembus asap pekat di langit Tarakan hingga mendarat dengan selamat. Yaitu, keberangkatan pertama pukul 11.00 Wita, pukul 15.00 Wita, dan pukul 18.30 Wita. Tiga pesawat yang berangkat dalam rentang waktu empat jam itu berhasil mengangkut 639 penumpang yang kebanyakan telah terlantar berhari-hari. Padahal, sejak Sabtu (17/10) penerbangan Lion Air terganggu.

Koordinator Pasasi Lion Air Bandara Internasional Sepinggan, Rachminsyah, mengatakan keberangkatan tiga pesawat Lion Air ke Tarakan dikarenakan cuaca yang sudah bersahabat, kemarin. Jarak pandang mencapai tujuh kilometer. Sebaliknya, jarak pandang di Berau hanya seribu meter sehingga penerbangan diputuskan dibatalkan. “Tiga penerbangan Lion Air tujuan Berau dan satu penerbangan Batik Air kami batalkan,” ucapnya. Yaitu pukul 08.15 Wita, pukul 11.00 Wita dan 17.35 Wita. Sementara Batik Air pukul 9.45 Wita juga mengalami pembatalan. Sedikitnya, sambung dia, jumlah penumpang yang gagal berangkat ke Berau kemarin sebanyak 515 orang.

Menghindari penumpukan penumpang seperti yang terjadi lima hari terakhir, Rachminsyah menyarankan agar pemegang tiket lebih memilih refund dibanding reschedule. “Karena cuaca yang tak bisa diprediksi,” tuturnya. Ketika memilih reschedule, kepastian keberangkatan penumpang tak bisa dijamin. Tapi ketika refund, uang yang dikembalikan seratus persen dan bisa memilih kembali ke daerah asal atau lewat jalur darat. “Itu yang kami sarankan kepada penumpang. Ternyata banyak yang mau. Karena itu penumpukan penumpang bisa diatasi,” imbuhnya. Apalagi, kata dia, manajemen Lion Air tak akan menambah armada maupun extra flight ke Berau maupun Tarakan.

Mengalami kekacauan jadwal penerbangan dalam lima hari terakhir diakui Rachminsyah sangat merugikan Lion Air. Sebut saja bahan bakar. “Ketika pesawat sudah refueling (selesai mengisi bahan bakar), namun tidak bisa terbang padahal engine pesawat masih hidup. Otomatis fuel termakan terus,” jelasnya. Kerugian lainnya, jadwal keberangkatan dan kedatangan pesawat juga kacau. Awalnya pesawat delayed 3-4 jam tapi ujungnya batal terbang. “Dan kami harus menerbangkan keesokan harinya,” sebutnya. Hanya berapa nominal kerugian yang dialami, belum bisa disebutkan Rachminsyah.

Kerugian serupa juga dialami Sriwijaya Air. Sebanyak dua penerbangan pukul 14.10 Wita dan 18.20 Wita terpaksa dibatalkan. Penumpang yang gagal berangkat mencapai 266 orang. Sementara penerbangan ke Tarakan pukul 09.55 Wita berhasil take off dan landing dengan selamat. “Sejak kemarin (Rabu, 21/10) kami batalkan penerbangannya. Sementara penerbangan besok (hari ini) belum bisa kami pastikan,” ucap Supervisor Ticketing Sriwijaya Air, Desy Sagita. Selain ke Berau, penerbangan ke Palu juga terpaksa dibatalkan karena asap pekat.

Kabut asap yang semakin pekat dalam tiga hari terakhir masuk dalam skala tidak sehat di Balikpapan. Terlebih udara pagi hari. Badan Lingkungan Hidup (BLH) Balikpapan mencatat, Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) menunjukkan konsentrasi partikulat PM 10 berada di antara angka 130 mikrogram per meter kubik sampai 166 mikrogram per meter kubik. Hingga kemarin, udara Balikpapan masih dinyatakan tidak sehat. Warga diminta mengurangi aktivitas di luar ruangan dan menggunakan masker. Sementara siswa diimbau lebih banyak beraktivitas dalam kelas dan menyalakan kipas angin.

Kala ditemui di kantornya, Kepala Bidang Pencegahan Dampak Lingkungan (PDL) BLH Balikpapan, Elizabeth mengatakan, udara saat pagi sangat tidak sehat. Pekat dan berasap. Meski demikian, belum ada pembicaraan untuk meliburkan siswa. Tiupan angin, sebut dia sangat berpengaruh terhadap konsentrasi partikulat PM 10. Di sisi lain, polutan bergeser namun rentan masuk ke paru-paru jika warga tak menggunakan masker.

PENYAKIT MENINGKAT

Di Mahakam Ulu, kabupaten termuda di Kaltim, asap pekat juga menyapa. Di kabupaten dengan warga berjumlah sekira empat ribu ini, asap tak hanya menutupi langit, tapi terasa hingga di alam bebas. Sayangnya, hanya bisa dihitung jari warga yang mengenakan masker. Tak ada pula amaran untuk libur sekolah.

Kepala Dinas Kesehatan Mahakam Ulu Teguh Santoso mengatakan, asap yang menyerang Mahakam Ulu sangat berdampak buruk bagi warga. Kabar memburuknya kesehatan warga yang wilayahnya dipisah sungai yang luas itu membuat instansinya mengadakan pengobatan gratis di Long Pahangai dan Long Apari.

Teguh menerangkan, dari data di salah satu puskesmas, diketahui Juli sebelum ada kabut asap, penderita ISPA hanya 56 orang. Kemudian pada Agustus meningkat tajam hingga 150 orang. “Mengkhawatirkan. Ini kejadian luar biasa. Harus ditangani gawat darurat,” tegas Teguh.

Sementara di Kutai Kartanegara (Kukar), hingga Kamis (22/10), masih terdapat 54 titik api yang tersebar hampir di 18 kecamatan. Untuk kecamatan yang paling banyak terdapat titik api yaitu Kecamatan Marangkayu dan Muara Kaman. Masing-masing kecamatan ini masih memiliki 11 titik api. Untuk di Kecamatan Muara Kaman, titik api terbanyak berada di Desa Sedulang. Kawasan ini terdapat ratusan hectare lahan gambut. Lebih dari 500 hektare lahan gambut terbakar selama dua bulan terakhir.

Sedangkan kecamatan yang berada di peringkat ketiga yang paling banyak titik api adalah Samboja, yaitu empat titik panas. Sementara itu, Plt Sekda Kukar Marli menegaskan, bahwa kepekatan kabut asap serta titik api di Kukar sudah jauh menurun. Untuk meningkatnya intensitas kepekatan asap belakangan terakhir, lantaran turunnya hujan di Kecamatan Muara Kaman beberapa waktu lalu. Pada saat lahan gambut yang basah terguyur hujan, maka akan memicu munculnya asap tebal.

“Kita perkirakan tiga hari ke depan kepekatan asap sudah akan berkurang. Karena luasan titik api sudah menurun. Saat ini sisa asapnya saja lagi, karena bekas diguyur hujan,” ungkapnya.

Sementara itu, Marli juga memprediksi jika sekolah di sejumlah kecamatan yang diliburkan akan kembali aktif pada tiga hari mendatang. Prediksi tersebut menurutnya juga ia peroleh dari perkiraan tim teknis Pemkab Kukar, yang melihat jumlah titik api di Kutai Kartanegara sudah berkurang. Sedangkan jumlah sekolah yang diliburkan selama tiga hari ini juga belum terdata oleh Pemkab Kukar. Hanya saja, diperkirakan mencapai 90 sekolah.

Pasalnya, ada kecamatan yang terdapat sekolah libur dan tetap aktif belajar. Kebijakan tersebut menurutnya akan menyesuaikan kondisi tingkat kepekatan asap di lokasi sekitar sekolah. “Untuk sementara belum ada rencana perpanjangan libur sekolah. Jika memang ada, nanti akan disesuaikan lagi,” ujarnya.

Sementara itu, dari data Dinas Kesehatan Kukar, jumlah penderita ISPA di Kukar sudah mencapai dua ribu orang. Misalnya untuk jumlah pasien ISPA yang menjalani perawatan di poli anak pada Juli mencapai 103 orang dan meningkat pada Agustus menjadi 115 orang. Sedangkan pada September angkanya menjadi 118 pasien.

‎Untuk pasien ISPA yang menjalani perawatan di IGD pada Juli hanya dua orang, kemudian meningkat pada Agustus menjadi delapan orang dan meningkat kembali pada September menjadi 17 pasien. [] KP

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *