Pemerintah Pastikan Terdakwa Kasus Pelecehan Seksual I Wayan Agus Suartama Tak Dapat Amnesti

JAKARTA – Pemerintah, melalui Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Komisaris Jenderal Polisi (Purn.) Agus Andrianto, menegaskan bahwa terdakwa kasus pelecehan seksual, I Wayan Agus Suartama (IWAS) alias Agus Difabel, tidak akan menerima amnesti.
“Saya rasa tidak, tidak. Tidak dapat, tidak,” ujar Agus usai menghadiri rapat dengan Komisi XIII DPR di Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Agus menjelaskan bahwa kasus yang menjerat Agus Difabel tidak termasuk dalam kategori warga binaan yang berhak mendapatkan amnesti. Ia menegaskan bahwa kasus tersebut telah menyita perhatian publik dan berdampak luas.
“Kasus-kasus seperti itu, yang dampaknya luas dan membahayakan pihak lain, tidak akan mendapatkan amnesti,” tegasnya.
Sebagai informasi, Agus Difabel merupakan terdakwa dalam kasus pelecehan seksual yang mencuri perhatian masyarakat. Dalam berkas perkara, ia dijerat dengan Pasal 6 huruf a dan/atau huruf c juncto Pasal 15 ayat (1) huruf e Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Sementara itu, pemerintah telah menetapkan sejumlah kategori warga binaan yang berhak menerima amnesti, termasuk narapidana kasus narkotika, pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), serta mereka yang memiliki kebutuhan khusus.
Menteri Agus merinci bahwa penerima amnesti dari kalangan narapidana berkebutuhan khusus meliputi 270 orang dengan penyakit berkepanjangan, 73 orang dengan gejala gangguan kejiwaan, 110 lansia di atas usia 70 tahun, dan 2 orang penyandang disabilitas. Selain itu, amnesti juga diberikan kepada 6 perempuan hamil, 37 perempuan yang merawat anak di dalam lembaga pemasyarakatan, 409 anak binaan, serta 10 narapidana yang terjerat kasus makar.
Keputusan pemerintah ini menegaskan bahwa tidak semua narapidana atau terdakwa dapat menerima amnesti, terutama bagi mereka yang kasusnya dinilai memiliki dampak luas terhadap masyarakat. []
Nur Quratul Nabila A