Pemerintah Peru Janji Usut Tuntas Penembakan Diplomat RI

LIMA – Peristiwa tragis menimpa seorang diplomat muda Indonesia, Zetro Leonardo Purba (40), yang meregang nyawa setelah ditembak orang tak dikenal (OTK) di Distrik Lince, Lima, Peru, Senin (1/9/2025) malam.
Insiden itu menambah panjang daftar kasus kekerasan bersenjata di negeri Andes yang tengah dihantui lonjakan kriminalitas.
Zetro yang baru lima bulan bertugas di Peru, ditembak tiga kali saat bersepeda bersama istrinya, Priscillia, tidak jauh dari apartemen tempat mereka tinggal.
Sang istri berhasil selamat dan kini berada di bawah perlindungan kepolisian setempat.
Dari rekaman CCTV yang dirilis polisi, tampak dua pria mengendarai sepeda motor menunggu di sekitar kediaman korban.
Begitu Zetro tiba, salah satu pelaku melepaskan tembakan ke arah kepalanya hingga ia terjatuh. Bukannya berhenti, pelaku kemudian menembak sekali lagi sebelum melarikan diri.
Kepolisian Peru menegaskan bahwa tidak ada barang korban yang diambil. Fakta itu memperkuat dugaan bahwa peristiwa tersebut bukan perampokan, melainkan pembunuhan berencana.
“Mereka sudah menunggu korban, dan peluru mengenai kepalanya; mereka memang berniat menghabisinya,” kata Menteri Dalam Negeri Peru, Carlos Malaver, di hadapan parlemen.
Zetro sempat dilarikan ke Klinik Javier Prado, namun nyawanya tak tertolong.
Pemerintah Peru segera mengumumkan penyelidikan menyeluruh. Malaver menyebut kasus ini sebagai homicidio calificado atau pembunuhan berencana dengan pola pembunuhan bayaran. Ia menegaskan,
“Serangan itu dilakukan secara sengaja, dengan bukti rekaman yang menunjukkan pelaku menembak Purba sebelum melarikan diri menggunakan sepeda motor.”
Menteri Luar Negeri Peru, Elmer Schialer, turut menyampaikan keprihatinan mendalam.
“Masalah utama negara ini adalah ketidakamanan. Kasus ini menjadi satu lagi alarm peringatan,” ujarnya.
Ia berkomitmen mendukung penuh penyelidikan dan menjamin perlindungan bagi staf diplomatik Indonesia.
Pemerintah Indonesia juga bereaksi cepat. Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, melakukan komunikasi langsung dengan mitranya di Peru.
“Kami percaya Peru akan memastikan perlindungan maksimal bagi staf kedutaan, keluarga, dan warga negara kami di negara itu,” tulis Sugiono melalui media sosial.
Seorang staf KBRI di Lima, Irwan Butapierre, mengungkapkan kegelisahan atas tingginya tingkat kriminalitas di ibu kota Peru.
“Peru adalah negara yang tidak aman. Dia hanya bersepeda dengan tenang, tanpa menduga ada bahaya. Saya tidak tahu mengapa mereka membunuhnya,” ujarnya kepada harian lokal La Republica.
Kematian Zetro terjadi di tengah meningkatnya angka kekerasan di Peru. Data resmi menunjukkan, sejak Januari hingga pertengahan Agustus 2025, sedikitnya 6.041 orang tewas akibat pembunuhan. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam delapan tahun terakhir.
Sementara itu, laporan pemerasan mencapai 15.989 kasus sepanjang Januari hingga Juli, naik 28 persen dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
Kepala Polisi Nasional Peru, Victor Guivar, bahkan berspekulasi bahwa serangan terhadap Zetro kemungkinan besar merupakan “pembunuhan terarah untuk menyelesaikan suatu urusan.”
Meski demikian, sejumlah pejabat Indonesia di Peru meragukan dugaan tersebut. Menurut mereka, Zetro tidak pernah menerima ancaman apapun sejak bertugas.
Tragedi ini terjadi sebulan setelah Presiden Peru Dina Boluarte berkunjung ke Jakarta untuk memperingati 50 tahun hubungan diplomatik Peru–Indonesia.
Dalam kunjungan tersebut, kedua negara bahkan menandatangani perjanjian perdagangan bebas.
Namun kini, hubungan kedua negara diuji oleh kasus yang menimpa seorang diplomat Indonesia di jantung ibu kota Peru.
Pemerintah Peru menyampaikan belasungkawa resmi, menyebut penembakan itu sebagai “sangat disesalkan” dan “tindakan keji.” []
Nur Quratul Nabila A