Pemerintah Singapura Batasi Penggunaan Gawai Pelajar
JAKARTA – Pemerintah Singapura kembali memperketat aturan penggunaan perangkat digital di lingkungan sekolah menengah, sebuah langkah yang menegaskan kekhawatiran global terhadap meningkatnya gangguan akibat gawai di kalangan remaja. Kebijakan baru yang diumumkan Kementerian Pendidikan Singapura pada Senin (01/12/2025) ini akan mulai diberlakukan Januari mendatang dan memperluas larangan penggunaan ponsel pintar maupun jam tangan pintar tidak hanya di kelas, tetapi juga sepanjang waktu kegiatan sekolah.
Selama bertahun-tahun, penggunaan ponsel oleh siswa sekolah menengah memang sudah dibatasi selama jam pelajaran. Namun, Kementerian Pendidikan menilai pembatasan itu tidak lagi memadai melihat semakin masifnya ketergantungan siswa terhadap layar. Melalui kebijakan baru ini, seluruh perangkat komunikasi pribadi harus disimpan di tempat khusus, seperti loker atau tas siswa, sejak mereka tiba hingga jam sekolah berakhir.
Kementerian Pendidikan Singapura menegaskan bahwa perubahan regulasi ini diperlukan untuk memastikan fokus pendidikan kembali pada peningkatan kualitas pembelajaran, bukan terganggu oleh notifikasi yang terus berbunyi. “Tujuannya adalah menciptakan lingkungan sekolah yang memprioritaskan pembelajaran siswa dan meningkatkan keterlibatan mereka, mendorong kebiasaan yang lebih sehat dalam penggunaan layar HP dan kesejahteraan yang lebih baik,” demikian pernyataan kementerian, dikutip dari AFP.
Pemerintah menilai penggunaan layar secara berlebihan terbukti menggantikan aktivitas penting seperti tidur, olahraga, hingga interaksi tatap muka dengan keluarga maupun teman sebaya. “Penggunaan layar HP di kalangan siswa telah terbukti menggantikan aktivitas penting seperti tidur, aktivitas fisik, dan interaksi sosial dengan teman dan keluarga,” tegas pihak kementerian.
Meski demikian, kebijakan ini masih memberi ruang fleksibilitas. Sekolah tetap bisa memberikan izin penggunaan perangkat jika benar-benar diperlukan sebagai bagian dari kegiatan belajar atau kondisi darurat. “Sekolah dapat mengizinkan penggunaan ponsel pintar sebagai pengecualian ‘jika diperlukan’,” tulis Kementerian Pendidikan Singapura dalam pernyataan resminya.
Langkah Singapura ini mencerminkan tren global yang semakin tegas dalam menanggapi dampak negatif gawai pada perkembangan anak dan remaja. Data UNESCO menunjukkan bahwa sekitar 40 persen sistem pendidikan di dunia kini menerapkan larangan ponsel di sekolah. Beberapa negara bahkan menetapkan regulasi yang jauh lebih ketat. UNESCO mencontohkan kebijakan di Zhengzhou, China, yang mensyaratkan orang tua memberikan persetujuan tertulis jika ponsel ingin dibawa ke sekolah untuk tujuan pedagogis.
Tidak hanya itu, Australia juga akan mengambil langkah radikal pekan depan dengan memperkenalkan larangan penggunaan media sosial bagi anak-anak di bawah usia 16 tahun—kebijakan yang disebut sebagai yang pertama di dunia.
Dengan mengadopsi pembatasan yang lebih tegas, Singapura berharap dapat menciptakan pola penggunaan teknologi yang lebih sehat bagi generasi muda dan mengembalikan keseimbangan antara aktivitas digital dan kebutuhan perkembangan sosial mereka. Kebijakan ini juga menjadi sinyal bahwa persoalan gangguan digital kini dipandang sebagai isu serius di sektor pendidikan global. []
Siti Sholehah.
