Pemkab Kediri Perketat Dispensasi Kawin, Upaya Tekan Pernikahan Dini

KEDIRI – Tingginya angka pernikahan usia dini masih menjadi tantangan besar di Kabupaten Kediri. Sepanjang tahun 2024, tercatat sebanyak 312 anak menikah di usia sekolah, dengan separuh di antaranya karena kehamilan sebelum pernikahan.

Memasuki dua bulan pertama tahun 2025, angka pengajuan dispensasi kawin (diska) masih cukup tinggi. Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Kediri, dr. Nurwulan Andadari, mengungkapkan bahwa hingga Februari 2025, sudah ada 29 pasangan yang mengajukan dispensasi pernikahan. Dari jumlah tersebut, 18 pasangan atau 36 individu di antaranya masih berusia di bawah 19 tahun, yang berarti mayoritas merupakan anak usia sekolah.

Meskipun angka pengajuan dispensasi pada 2024 mengalami penurunan dibandingkan tahun 2023 yang mencapai 420 permohonan, Andadari menegaskan bahwa fenomena ini tetap menjadi perhatian khusus. Ia juga mengakui bahwa masih banyak pernikahan usia dini yang dilakukan secara siri atau tanpa melalui prosedur hukum resmi, sehingga tidak tercatat dalam data pemerintah.

“Banyak pasangan yang memilih menikah siri, dan kami belum memiliki data pasti mengenai jumlah mereka,” ujarnya dalam Rapat Kerja Daerah (Rakerda) Pembangunan Keluarga Menuju Keluarga Berkualitas di Pendapa Panjalu Jayati, Selasa (25/2/2025).

Terkait faktor penyebab pernikahan dini, sekitar 50 persen di antaranya disebabkan oleh kehamilan di luar nikah. Sementara itu, faktor ekonomi menjadi alasan utama bagi sebagian besar pasangan lainnya. Andadari menegaskan bahwa anak-anak yang menikah di usia dini umumnya belum siap secara psikologis maupun kesehatan reproduksi.

Untuk menekan angka pernikahan anak, DP2KBP3A berencana memperketat skrining dan meningkatkan edukasi hingga ke tingkat desa. Program sosialisasi dan parenting akan diperluas, termasuk melalui Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB) sebagai salah satu strategi utama.

“Kami sudah mengupayakan edukasi parenting hingga ke desa-desa. Harapannya, dengan pendekatan ini, angka dispensasi pernikahan anak dapat ditekan hingga di bawah 100 tahun ini,” jelasnya.

Sebagai langkah tambahan, tim DP2KBP3A juga akan meninjau alasan setiap pengajuan dispensasi kawin. Jika tidak dalam kondisi mendesak seperti kehamilan, pasangan yang mengajukan akan disarankan untuk menunda pernikahan.

“Selama ini, dari hasil pendampingan psikologis, anak-anak yang mengajukan dispensasi belum memenuhi syarat kesiapan mental dan emosional. Kami selalu menyarankan kepada pengadilan agama agar pernikahan dapat ditunda,” tambahnya.

Ke depan, DP2KBP3A juga berencana menggandeng psikolog klinis dalam proses pendampingan. Jika sebelumnya sesi konseling hanya dilakukan oleh tenaga dengan latar belakang sarjana psikologi, kini pihaknya akan melibatkan tenaga profesional untuk memastikan kesiapan calon pengantin usia dini sebelum memutuskan melanjutkan pernikahan. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *