Pemkot Malang Tegas Larang Sound Horeg: Bukan Soal Seni, Tapi Ketertiban Publik

MALANG — Pemerintah Kota Malang mengambil langkah tegas dengan melarang penggunaan perangkat audio berdaya tinggi atau yang dikenal luas dengan istilah sound horeg.

Keputusan ini bukan hanya soal selera seni, tetapi menyangkut kenyamanan dan ketertiban umum yang selama ini terganggu akibat suara bising dari alat tersebut.

Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat, mengonfirmasi bahwa larangan ini akan diperkuat dalam bentuk Surat Edaran (SE) yang akan segera diterbitkan.

Ia menilai penggunaan sound horeg, khususnya dalam kegiatan hajatan dan konvoi jalanan, telah menimbulkan keresahan masyarakat.

“Sudah kami larang, kemarin sudah saya sampaikan. Nantinya kita akan pertegas lagi aturannya lewat SE Wali Kota,” ujar Wahyu pada Rabu (16/7/2025).

Meskipun keberadaan sound horeg sering dikaitkan dengan ekspresi seni masyarakat, Wahyu menekankan pentingnya menyeimbangkan ekspresi tersebut dengan tanggung jawab sosial.

“Boleh saja seni, tetapi jangan sampai mengganggu ketertiban umum. Semua yang dilakukan itu harus bisa diterima masyarakat. Kalau tidak, dampaknya bisa negatif,” tegasnya.

Menurut Wahyu, regulasi mengenai kebisingan sudah termuat dalam Peraturan Daerah tentang Ketertiban Umum (Trantibum).

Namun, karena kasus pelanggaran masih terus terjadi, diperlukan penegasan kembali dalam bentuk administratif dan sosialisasi langsung ke masyarakat.

“Kita akan kumpulkan mereka untuk memberikan pemahaman soal horeg ini,” ujarnya. Langkah itu ditujukan agar pelaku hiburan memahami batas-batas penggunaan audio yang tidak mengganggu.

Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Kota Malang, Amithya Ratnanggani Sirraduhita, memberikan pandangan bahwa pelarangan total tidak diperlukan selama pertunjukan tetap mempertimbangkan kenyamanan publik.

“Sebetulnya kesenian seperti itu mungkin baik ya. Tetapi penyajiannya bisa disesuaikan. Ketika penyajiannya mengganggu orang lain, maka nilai seninya jadi tidak terlihat,” jelasnya.

Ia berharap masyarakat bisa lebih bijak menggunakan teknologi audio agar ekspresi seni tidak berubah menjadi gangguan publik.

Fatwa tegas juga datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur. Lembaga ini menerbitkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 yang menyatakan penggunaan sound horeg haram jika menimbulkan mudarat.

Fatwa yang diteken pada 12 Juli 2025 ini menyebut bahwa “adu sound” (battle sound) termasuk dalam kategori tabdzir (pemborosan) dan penyia-nyiaan harta.

Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim, KH Makruf Khozin, mengatakan:

“Sound horeg haram jika membahayakan kesehatan atau merusak fasilitas umum.”

Sejalan dengan itu, Prof Dr Nyilo Purnami, ahli THT dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, menjelaskan bahwa tingkat kebisingan dari sound horeg bisa mencapai 135 desibel. Angka ini jauh melampaui ambang batas aman yang ditetapkan WHO, yaitu 85 desibel.

Paparan suara pada tingkat ekstrem itu, menurutnya, berisiko menyebabkan gangguan pendengaran, penyakit jantung, hingga gangguan kognitif dan psikologis. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *