Pemprov Kaltim Komit Selesaikan Sengketa Lahan Transmigrasi Simpang Pasir

SAMARINDA — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) berkomitmen untuk tetap mengedepankan penyelesaian yang adil bagi warga kawasan transmigrasi Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, Kota Samarinda. Meskipun permasalahan ganti rugi lahan berlangsung berlarut-larut, ia memastikan setiap langkah pemerintah daerah tetap berpijak pada keputusan hukum yang sah.

Hal tersebut diungkapkan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalimantan Timur (Kaltim) Rozani Erawadi dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim di Gedung E, Kantor DPRD Kaltim, Jalan Teuku Umar, Samarinda, Rabu (30/04/2025). “Selama ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, pemerintah akan taat dan berkomitmen menyelesaikan sesuai aturan,” tegas Rozani, sapaannya.

Menurut Kepala Disnakertrans, persoalan ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan akumulasi persoalan legalitas aset dan status lahan eks transmigrasi yang telah dimanfaatkan untuk pembangunan aset daerah sejak puluhan tahun lalu. Ia mencontohkan, Pemprov Kaltim sebelumnya telah menuntaskan pembayaran kompensasi kepada 84 kepala keluarga (KK), dengan nilai ganti rugi sebesar Rp500 juta per KK berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 3381 K/Pdt/2022. Dana senilai Rp35 miliar telah dialokasikan dan realisasinya diakui selesai oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI).

Namun, bagi kelompok 118 KK yang hingga kini belum menerima ganti rugi, Rozani menyebut pemerintah sedang berupaya mencari alternatif solusi yang dapat diterima kedua belah pihak. Tawaran lahan pengganti di Kutai Timur dan Paser, kata dia, pernah disampaikan sebagai salah satu opsi. Namun warga menolak karena alasan keterikatan sosial dan ekonomi di kawasan Simpang Pasir. “Putusan pengadilan tidak menyebutkan secara spesifik lokasi pengganti harus di tempat yang sama. Tapi karena belum ada titik temu, kami sedang mencari solusi terbaik, termasuk meminta fatwa hukum atau saran dari lembaga terkait,” ungkapnya.

Rozani juga menegaskan, jika nantinya terdapat landasan hukum yang memperbolehkan pembayaran tunai kepada kelompok warga yang belum menerima kompensasi, pemerintah siap memfasilitasi skema tersebut secara transparan. Ia menambahkan, seluruh proses verifikasi dan validasi akan dilakukan ketat untuk memastikan keakuratan penerima. “Intinya, kami tetap patuh pada keputusan pengadilan dan akan menjalankan kesepakatan yang sah sesuai aturan yang berlaku,” tegas Rozani, seraya meminta masyarakat bersabar menunggu hasil konsultasi hukum yang sedang berjalan.

Pernyataan Rozani menunjukkan pemerintah daerah tidak dalam posisi mengabaikan aspirasi masyarakat. Sebaliknya, ia menyebut Disnakertrans Kaltim ingin memastikan semua keputusan final memiliki dasar hukum yang kuat agar tidak menjadi polemik baru di masa mendatang. Bagi ratusan warga yang menunggu kepastian, persoalan ini bukan hanya soal kompensasi materiil, melainkan pengakuan atas hak dan sejarah pengelolaan lahan mereka sejak program transmigrasi dimulai. Pemerintah pun dituntut mampu menghadirkan penyelesaian komprehensif yang mencerminkan keberpihakan pada rasa keadilan sosial.

Dalam RDP yang dipimpin Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim Salehuddin, juga menghadirkan perwakilan dari Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kaltim, serta kuasa hukum dan perwakilan masyarakat pemilik lahan. Dalam kesempatan itu Salehuddin menyampaikan bahwa persoalan ini telah berlangsung cukup lama dan masih ada perbedaan pandangan soal bentuk kompensasi untuk 118 KK yang tersisa. “Putusan pengadilan menyebutkan bahwa ganti rugi berupa pergantian lahan. Namun dalam pelaksanaannya, tidak mudah, Pemprov menawarkan lahan pengganti di Kutai Timur dan Paser, tetapi masyarakat menolak karena lokasinya jauh dari tanah asal mereka,” jelas Salehuddin.

Penulis: Nur Quratul Nabila  | Penyunting: Enggal Triya Amukti | ADV Diskominfo Kaltim

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *