Pemprov Kaltim Pastikan Pulau Kakaban Tetap Dikelola Kabupaten Berau

SAMARINDA — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menegaskan bahwa Pulau Kakaban dan wilayah pesisir serta pulau-pulau kecil (WP3K) di Kabupaten Berau tetap dikelola oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau.
Pernyataan ini merespons isu yang beredar mengenai dugaan pengambilalihan kewenangan pengelolaan kawasan strategis tersebut.
Wakil Gubernur Kalimantan Timur, H. Seno Aji, memastikan tidak ada niat Pemprov untuk mengambil alih pengelolaan Pulau Kakaban.
“Itu tidak benar. Tidak ada pengambilalihan. Justru kami ingin berkolaborasi dan mendukung Pemkab Berau dalam mengelola dan mengembangkan kawasan tersebut,” ujarnya di Kantor Gubernur Kaltim, Selasa (3/6/2025).
Isu ini mencuat menyusul rencana kerja sama antara Pemprov dan Pemkab terkait pengembangan WP3K Berau, merujuk pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 87/Kepmen-KP/2016 yang menetapkan kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil di Kepulauan Derawan dan perairan sekitarnya.
Dalam keputusan tersebut, Pemprov ditugaskan mengelola kawasan konservasi seluas sekitar 285 ribu hektare, selaras dengan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa kewenangan pengelolaan wilayah laut berada pada pemerintah provinsi.
Seno Aji menegaskan bahwa semua rencana kolaborasi masih berada pada tahap pembahasan awal dan belum ada keputusan formal.
Salah satu wacana yang tengah dikaji adalah transformasi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kelautan dan Perikanan Kaltim menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
“Masih tahap diskusi. BLUD ini salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan untuk memfasilitasi kerja sama dengan pemodal dan Pemkab,” ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, juga menyebutkan bahwa investor asal Inggris menyatakan minat untuk menanamkan modal dalam pengembangan sektor konservasi dan pariwisata di kawasan WP3K Berau.
Apabila investasi terealisasi, BLUD akan berperan sebagai operator wisata dan konservasi, sekaligus sebagai jembatan antara pemerintah dan investor.
“Konsep ini mirip dengan model pengelolaan konservasi dan wisata di Papua,” jelas Sri Wahyuni pada awal April lalu.
Konsep kolaboratif ini tidak hanya menjanjikan nilai ekonomi tinggi, namun juga efisiensi pengelolaan, keberlanjutan lingkungan, dan keterlibatan masyarakat lokal dalam pelestarian alam.
“Wisata dan konservasi bisa berjalan beriringan. Tujuannya bukan hanya untuk pendapatan daerah, tetapi juga keberlanjutan ekosistem laut dan darat di kawasan strategis ini,” tutup Seno Aji. []
Nur Quratul Nabila A