Penangkapan Noel Picu Pertanyaan Efektivitas Sertifikasi K3

JAKARTA — Lonjakan angka kecelakaan kerja di Indonesia memunculkan sorotan tajam terhadap efektivitas program sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang digagas Kementerian Ketenagakerjaan.
Data Satudata Kemnaker mencatat, jumlah kecelakaan kerja pada tahun 2024 mencapai 462.241 kasus, meningkat hampir 25 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 370.747 kasus.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat, menilai tren ini menunjukkan adanya masalah serius dalam implementasi sertifikasi K3 di lapangan.
Menurutnya, meski pemerintah terus menggencarkan program sertifikasi, realitas di dunia kerja justru memperlihatkan angka kecelakaan yang semakin tinggi.
“Dengan kondisi sekarang ini menjadi pertanyaan kan ketika kasusnya Noel terangkat, pantes kan sertifikasi jalan terus, tapi kita lihat data daripada kecelakaan kerja itu, dari tahun ke tahun makin banyak,” ujarnya kepada CNBC Indonesia, Selasa (26/8/2025).
Mirah menegaskan, kondisi tersebut mencerminkan situasi darurat yang seharusnya mendapat perhatian lebih serius dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Ia mendorong agar evaluasi menyeluruh dilakukan terhadap pelaksanaan sertifikasi K3.
“Menurut saya ini ada kondisi darurat terkait dengan kecelakaan kerja. Seharusnya Kementerian Tenaga Kerja ini kan mengevaluasi dong, kenapa sertifikasi jalan terus, tapi kecelakaan kerja makin meningkat,” lanjutnya.
Ia menambahkan, apabila sertifikasi hanya sebatas formalitas dan tidak memberikan dampak nyata, maka nilai dari sertifikat K3 tersebut patut dipertanyakan.
“Artinya ada sesuatu di sana, berarti perlu patut dipertanyakan. Bisa jadi itu hasil cincai dan tidak bermutu pada akhirnya dan perlu dipertanyakan dong. Hasilnya itu hanya di atas kertas aja, untuk mengejar sertifikasi, semacam persyaratan harus ada K3 segala macam, sehingga pada akhirnya kan, ketika implementasinya tidak berdampak, buktinya apa? Kecelakaan jalan terus, ternyata itu hanya semacam cek kosong aja gitu,” kata Mirah.
Lebih jauh, Mirah menyinggung adanya dugaan praktik penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan sertifikasi.
Menurutnya, muncul potensi pemerasan ketika perusahaan dipaksa membayar agar sertifikat K3 bisa diterbitkan.
“Hari ini kita sudah diperlihatkan dengan tertangkapnya Noel. Ditambah lagi dengan data kecelakaan kerja yang semakin meningkat setiap tahun. Dalam tanda kutip itu mensahkan apa yang menjadi pikiran kita bahwasannya, ya itu formalitas, itu terjadi hari ini,” ungkapnya.
“Nah, ketika pemerasan muncul karena kalau misal mereka gak mau bayar itu ya udah gak gue keluarin sertifikat, akhirnya jadi pemerasan,” tambahnya.
Situasi ini membuat pekerja dan serikat buruh mendesak pemerintah agar segera memperbaiki sistem sertifikasi K3.
Mereka menilai bahwa tanpa langkah konkret dan pengawasan ketat, sertifikasi hanya akan menjadi lembar formalitas tanpa kontribusi nyata terhadap keselamatan pekerja di lapangan. []
Nur Quratul Nabila A