Penolakan Israel terhadap Delegasi Arab Tuai Kecaman, Dinilai Ekstrem dan Provokatif

AMMAN – Pemerintah Israel menuai kecaman dari sejumlah negara Arab setelah menolak kunjungan delegasi tingkat tinggi menteri luar negeri yang hendak bertemu dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Tepi Barat.
Penolakan tersebut disebut sebagai bentuk ekstremisme politik sekaligus pengingkaran terhadap upaya perdamaian di kawasan.
Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan Al-Saud, mengecam tindakan tersebut dalam konferensi pers bersama mitranya dari Yordania, Mesir, dan Bahrain di Amman, Yordania, Senin (2/6/2025).
Delegasi ini tergabung dalam kelompok kontak Arab yang ditugaskan untuk menjalin dialog langsung dengan Otoritas Palestina.
“Penolakan Israel terhadap kunjungan komite ke Tepi Barat merupakan perwujudan ekstremisme dan penolakannya terhadap segala upaya serius untuk menciptakan jalur damai,” ujar Faisal bin Farhan sebagaimana dikutip dari Reuters.
Ia menegaskan bahwa insiden ini justru memperkuat komitmen negara-negara Arab untuk melipatgandakan tekanan diplomatik terhadap Israel di berbagai forum internasional.
Kunjungan tersebut sedianya akan menjadi langkah historis karena menandai kehadiran pejabat tinggi Arab Saudi di Tepi Barat dalam beberapa dekade terakhir.
Namun, pemerintah Israel menyebut kunjungan tersebut sebagai “provokatif” karena memuat agenda pembentukan negara Palestina, yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, menilai larangan tersebut sebagai upaya sistematis Israel untuk menggagalkan penyelesaian menyeluruh dan adil atas konflik Arab-Israel.
“Ini satu dari sekian banyak contoh penghancuran kesempatan menuju perdamaian,” tegasnya.
Sebagai respons diplomatik, Arab Saudi dan Prancis akan menggelar konferensi internasional di New York pada 17–20 Juni mendatang.
Konferensi ini akan membahas solusi pasca-gencatan senjata di Gaza, termasuk skema rekonstruksi dan jaminan perlindungan bagi warga sipil Palestina agar tetap berada di tanah air mereka.
Menteri Luar Negeri Mesir, Badr Abdelatty, menambahkan bahwa konferensi tersebut akan menyoroti langkah-langkah untuk mencegah pengusiran warga Palestina dan mendukung kehadiran mereka di tanah bersejarahnya.
Sementara itu, anggota parlemen Arab Israel, Ayman Odeh, menilai bahwa penolakan Israel terhadap kunjungan menteri Arab dimaksudkan untuk melemahkan Otoritas Palestina.
“Bagi Israel, Otoritas Palestina adalah inti dari negara Palestina itu sendiri. Mereka tidak ingin kekuatan itu diperkuat melalui dukungan internasional,” katanya kepada Al Arabiya.
Odeh juga menegaskan bahwa inisiatif Saudi-Prancis dapat membuka jalan bagi pengakuan internasional yang lebih luas terhadap negara Palestina, sesuatu yang sangat ditentang oleh rezim Tel Aviv.
Meningkatnya tekanan internasional, termasuk dari PBB dan negara-negara Eropa, menunjukkan dukungan yang makin menguat terhadap solusi dua negara.
Dalam solusi tersebut, Palestina merdeka diharapkan dapat berdiri berdampingan secara damai dengan Israel di masa depan. []
Nur Quratul Nabila A