Perang Drone Memanas di Myanmar, Milisi Etnis dan Junta Militer Saling Serang

MYANMAR – Pertempuran antara junta militer dan sejumlah milisi etnis di Myanmar terus memanas. Terbaru, keduanya dilaporkan mulai melancarkan perang pesawat tanpa awak atau drone antara satu dengan yang lain.

Mengutip AFP, serangan pesawat nirawak dinilai sangat penting bagi keberhasilan para pemberontak. Ini termasuk mendorong pasukan junta keluar dari wilayah yang luas di Utara Myanmar yang dekat perbatasan dengan China.

Situasi ini mendorong militer untuk mengadopsi peralatan para pejuang antikudeta. Mereka menggunakan drone buatan China dan Rusia untuk menjatuhkan mortir atau serangan artileri terarah.

“Kami sangat lemah dalam teknologi dan sangat menderita,” kata seorang perwira militer garis depan Myanmar kepada AFP, dikutip Jumat (10/1/2025).

“Kami kehilangan beberapa pos militer di wilayah tersebut karena pemboman oleh pesawat nirawak. Sekarang kami juga menggunakan pesawat nirawak untuk melakukan serangan balik. Mereka menggunakan pengacau besar untuk memblokir sinyal. Kami juga menggunakan pengacau.”

Hal ini juga dikonfirmasi Tentara Nasional Kayan (KNA). Seorang komandan batalyon di KNA, Ba Kone, mengatakan saat ini militer lebih banyak memulai serangan dengan drone.

“Terbang pada ketinggian 1500 meter atau lebih tinggi, ketinggian yang jauh melampaui jangkauan pesawat nirawak sipil, perangkat milik junta berada di luar jangkauan pengacau KNA,” ujarnya.

“Kami tidak bisa berbuat apa-apa kecuali bersembunyi di tempat yang aman.”

Pejabat tinggi militer telah mengakui bahwa serangan pesawat nirawak adalah kunci dalam serangan pemberontak besar-besaran pada tahun 2023 yang mendorong pasukan junta keluar dari ribuan kilometer persegi negara bagian Shan Utara.

Pada saat itu, kepala junta Min Aung Hlaing menuduh “‘ahli pesawat nirawak asing’ yang tidak disebutkan namanya membantu lawan-lawan mereka saat mereka menghadapi kemunduran paling signifikan sejak merebut kekuasaan.

Beijing sendiri telah lama menjadi sekutu utama junta. Peneliti Institut Perdamaian Amerika Serikat, Jason Tower, mengatakan ada ‘bukti yang berkembang yang menunjukkan bahwa junta memperoleh drone dari China’.

Pada November, selama perjalanan pertamanya ke China, Min Aung Hlaing mengunjungi Zhongyue Aviation UAV Firefighting-Drone di Chongqing dan ‘mengamati drone canggih yang dibuat oleh perusahaan tersebut’.

Sumber militer Myanmar mengatakan bahwa memang persediaan drone mereka telah meningkat setelah perjalanan Min Aung Hlaing.

“Militer telah menjadi jauh lebih akurat dalam penggunaan drone ofensif,” kata Dave Eubank dari Free Burma Rangers, sebuah kelompok bantuan Kristen yang telah lama bekerja di daerah konflik di Myanmar.

Myanmar berada dalam perang saudara sejak junta militer pimpinan Min Aung Hlaing mengkudeta pemerintahan sipil pada Februari 2021. Kudeta, yang terjadi pada bulan Februari 2021 memicu reaksi publik yang besar, dengan demonstrasi besar-besaran yang menolaknya, yang kemudian dibubarkan secara brutal.

Ini kemudian memicu reaksi keras dari beberapa milisi etnis di Negeri Seribu Pagoda. Mereka mulai melancarkan perlawanan terhadap rezim junta yang dianggap tidak demokratis.

Serangan ini sendiri berhasil membuat junta mundur di sejumlah wilayah. Namun belum ada tanda-tanda Min Aung Hlaing akan mundur dari kekuasaan. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *