Perebutan Jalur Kokain, Empat Polisi Kolombia Jadi Korban
BOGOTA – Situasi keamanan di Kolombia kembali memanas setelah serangkaian serangan bersenjata menewaskan empat anggota kepolisian. Insiden tersebut terjadi di wilayah barat daya Kolombia, kawasan yang selama ini dikenal sebagai titik krusial perebutan pengaruh kelompok bersenjata dalam jaringan perdagangan kokain internasional.
Berdasarkan laporan otoritas setempat, dua serangan terpisah terjadi dalam waktu berdekatan. Serangan pertama mengguncang Kota Cali pada Selasa waktu setempat. Dua polisi yang tengah berpatroli menggunakan sepeda motor tewas akibat ledakan bom yang diduga dipasang oleh kelompok gerilyawan sayap kiri Tentara Pembebasan Nasional (ELN). Kelompok ini disebut sebagai organisasi gerilya terbesar yang masih aktif di kawasan Amerika Latin.
Belum reda ketegangan di Cali, serangan lanjutan terjadi di sebuah desa di Departemen Cauca, wilayah yang berbatasan langsung dengan kota tersebut. Dua polisi lainnya tewas setelah kantor polisi setempat menjadi sasaran serangan bersenjata selama berjam-jam. Penyerangan dilakukan dengan kombinasi bahan peledak, granat, serta tembakan senapan yang mengakibatkan kerusakan signifikan pada bangunan di sekitar lokasi kejadian.
Gubernur Cauca, Octavio Guzman, mengonfirmasi dampak luas dari serangan tersebut. Ia menyebut permukiman warga di sekitar kantor polisi mengalami kerusakan parah akibat intensitas serangan yang tinggi. Sejumlah video yang beredar di media sosial memperlihatkan bangunan di jalan utama desa tersebut hancur, mencerminkan eskalasi kekerasan yang semakin mengkhawatirkan.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Kolombia, Pedro Sanchez, menyatakan bahwa serangan di Cauca tidak hanya melibatkan satu kelompok. Menurutnya, aksi tersebut diduga dilakukan oleh kelompok pembangkang dari gerilyawan Marxis FARC yang menolak perjanjian damai dengan pemerintah Kolombia pada 2016. Kelompok bersenjata ini diketahui bersaing sengit dengan ELN dan kelompok kriminal lainnya untuk menguasai wilayah strategis, terutama perkebunan koka serta jalur distribusi narkoba.
Rangkaian serangan ini menambah panjang daftar korban jiwa dari aparat keamanan Kolombia. Sepanjang tahun ini, jumlah polisi dan tentara yang tewas akibat kekerasan kelompok bersenjata dilaporkan mendekati 150 orang. Kondisi tersebut memicu kekhawatiran akan stabilitas nasional, khususnya di daerah-daerah yang menjadi pusat aktivitas perdagangan narkoba.
Ketegangan semakin meningkat setelah ELN memberlakukan jam malam selama tiga hari di wilayah yang berada di bawah kendali mereka. Kebijakan sepihak tersebut disebut sebagai respons atas pernyataan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang mengancam akan menyerang negara produsen kokain yang memasok narkoba ke AS.
Di sisi lain, pemerintah Kolombia berada dalam tekanan geopolitik yang kompleks. Amerika Serikat, sebagai pasar utama narkoba dunia, baru-baru ini mengumumkan rencana untuk menetapkan Clan del Golfo sebagai organisasi teroris. Padahal, kelompok perdagangan narkoba terbesar di Kolombia tersebut tengah menjalani proses dialog dengan pemerintahan Presiden Gustavo Petro.
Presiden Petro sendiri telah memerintahkan pasukan keamanan untuk meningkatkan operasi militer terhadap kelompok bersenjata yang terus memperebutkan kendali wilayah koka dan jalur perdagangan narkoba. Namun, hubungan antara Bogota dan Washington dilaporkan memburuk sejak Petro—pemimpin sayap kiri pertama Kolombia—menjabat. Situasi ini menambah kompleksitas upaya Kolombia dalam menekan kekerasan sekaligus menjaga stabilitas politik dan diplomatik di tengah konflik berkepanjangan. []
Siti Sholehah.
