Peringatan 1.000 Hari Tragedi Kanjuruhan, Keluarga Korban Masih Tagih Keadilan

MALANG — Ratusan orang menggelar doa bersama di Pintu 13 Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Kamis (26/6/2025) malam.
Kegiatan ini digelar untuk memperingati 1.000 hari tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 jiwa, sekaligus bertepatan dengan malam Tahun Baru Islam atau 1 Suro 1447 Hijriah.
Doa bersama tersebut diikuti oleh keluarga korban, sejumlah Aremania, serta warga sekitar yang datang secara sukarela. Mereka khidmat memanjatkan doa di lokasi yang menjadi saksi bisu salah satu tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah sepak bola Indonesia.
Salah satu yang hadir dalam kesempatan itu adalah Devi Athok, ayah dari dua korban meninggal dunia dalam tragedi 1 Oktober 2022 silam. Ia kembali menyuarakan keprihatinannya atas minimnya keadilan yang diterima oleh keluarga korban.
“Kami masih menunggu keadilan ditegakkan secara tuntas. Banyak pelaku intelektual yang belum tersentuh hukum. Putusan dalam Laporan Model A sangat tidak sesuai dengan fakta yang kami alami,” ujar Devi Athok.
Devi menyesalkan vonis ringan terhadap para terdakwa yang terlibat di lapangan, terutama pihak yang memberi perintah penembakan gas air mata ke arah tribun penonton. Ia menyatakan, seharusnya pasal yang dikenakan adalah pasal pembunuhan, bukan sekadar kelalaian.
“Mereka menembak dengan sengaja ke arah penonton yang tidak bisa keluar. Korban meninggal karena kondisi yang disengaja, bukan akibat tidak disengaja,” tegasnya.
Selain itu, Devi juga mengungkapkan kekecewaannya atas belum terealisasinya restitusi yang dijanjikan dalam proses hukum Laporan Model A. Ia menyebut bahwa surat permohonan penyelesaian kasus sudah dikirimkan ke berbagai instansi, termasuk Komisi III DPR RI dan Mabes Polri.
“Kami tidak bicara soal nilai ganti rugi, tapi soal penghargaan terhadap nyawa manusia. Sampai sekarang, belum ada realisasi. Ini menyakitkan,” tambahnya.
Sebagai informasi, tragedi Kanjuruhan terjadi pada 1 Oktober 2022 usai laga antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Insiden bermula dari tembakan gas air mata ke tribun penonton yang menyebabkan kepanikan dan desak-desakan, hingga merenggut nyawa 135 orang dan melukai lebih dari 600 orang lainnya.
Sebagai konsekuensi, Arema FC dijatuhi sanksi berat dan tidak diperbolehkan menggunakan Stadion Kanjuruhan sebagai kandang. Stadion tersebut pun dinyatakan tidak layak menggelar pertandingan sesuai standar FIFA.
Seiring berjalannya waktu, peringatan tragedi terus digelar oleh masyarakat dan keluarga korban. Namun, seruan untuk keadilan menyeluruh terus menggema, menandai bahwa luka akibat tragedi tersebut belum sepenuhnya pulih. []
Nur Quratul Nabila A