Pertemuan Zelensky-Trump Jadi Penentu Arah Perdamaian Ukraina

JAKARTA – Upaya mencari jalan keluar dari perang berkepanjangan di Ukraina kembali menguat seiring rencana pertemuan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump di Florida pada Minggu mendatang. Pertemuan ini dinilai sebagai momentum krusial dalam diplomasi internasional, mengingat konflik Rusia-Ukraina telah memasuki tahun keempat dengan dampak kemanusiaan dan geopolitik yang luas.

Mengutip laporan AFP, Sabtu (27/12/2025), pertemuan Zelensky dan Trump berlangsung di tengah intensifikasi peran Washington sebagai mediator utama dalam upaya penghentian konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia II. Invasi Rusia yang dimulai pada Februari 2022 telah menewaskan puluhan ribu orang, memaksa jutaan warga Ukraina mengungsi, serta menghancurkan infrastruktur di wilayah timur dan selatan negara tersebut.

Salah satu agenda utama yang akan dibahas adalah proposal perdamaian terbaru yang terdiri dari 20 poin. Rencana ini mencakup pembekuan garis depan konflik, penarikan pasukan Ukraina dari sebagian wilayah timur, serta pembentukan zona penyangga demiliterisasi. Meski mengandung unsur kompromi teritorial, proposal tersebut dinilai lebih realistis dan dapat diterima Kyiv dibandingkan rancangan sebelumnya yang berjumlah 28 poin dan memuat tuntutan luas yang sejalan dengan kepentingan Rusia.

Rencana ini juga menandai pengakuan paling eksplisit dari Zelensky terkait kemungkinan adanya konsesi wilayah, sebuah sikap yang sebelumnya sangat dihindari pemerintah Ukraina. Namun, Zelensky menegaskan bahwa setiap keputusan terkait penyerahan wilayah harus mendapatkan persetujuan rakyat Ukraina melalui mekanisme referendum nasional.

“Pada akhir pekan, saya kira pada hari Minggu, di Florida, kami akan mengadakan pertemuan dengan Presiden Trump,” kata Zelensky.

Ia menambahkan bahwa pertemuan tersebut akan berlangsung di negara bagian selatan Amerika Serikat, tempat Trump memiliki kediaman pribadi. Zelensky menyebut pembahasan akan difokuskan pada dokumen-dokumen strategis yang terus berkembang, termasuk jaminan keamanan jangka panjang bagi Ukraina.

“Kami akan membahas dokumen-dokumen ini, jaminan keamanan,” ujarnya.

Selain isu keamanan, Zelensky mengungkapkan bahwa pembicaraan juga akan menyentuh persoalan paling sensitif dalam konflik ini, yakni wilayah Donbas dan pembangkit listrik tenaga nuklir Zaporizhzhia yang saat ini berada di bawah kendali Rusia.

“Mengenai isu sensitif, kami akan membahas Donbas dan pembangkit nuklir Zaporizhzhia, dan tentu saja akan membahas isu-isu lainnya,” tambahnya.

Amerika Serikat diketahui mendorong Ukraina untuk menarik pasukannya dari sekitar 20 persen wilayah Donetsk yang masih diperebutkan, serta mengusulkan pengelolaan bersama pembangkit nuklir Zaporizhzhia oleh AS, Ukraina, dan Rusia. Namun, Zelensky secara tegas menolak keterlibatan Rusia dalam pengelolaan fasilitas nuklir tersebut.

Meski demikian, Kyiv berhasil mengamankan sejumlah poin penting dalam negosiasi, termasuk dihapuskannya kewajiban untuk secara hukum melepaskan ambisi bergabung dengan NATO dan pencabutan klausul pengakuan wilayah yang dikuasai Rusia sejak 2014.

Di sisi lain, Kremlin belum memberikan tanggapan resmi atas proposal terbaru ini. Pemerintah Rusia masih menunjukkan sikap keras dengan menuntut Ukraina menarik diri sepenuhnya dari wilayah Donbas, menghentikan upaya integrasi dengan NATO, serta menolak kehadiran pasukan penjaga perdamaian Barat di Ukraina.

Zelensky mengungkapkan bahwa komunikasi dengan Moskow tidak dilakukan secara langsung. Amerika Serikat bertindak sebagai perantara utama dan Kyiv masih menunggu respons resmi Rusia.

“Saya kira kita akan mengetahui respons resmi mereka dalam beberapa hari ke depan,” kata Zelensky.

Namun, Zelensky mengaku tetap skeptis terhadap niat Rusia untuk menghentikan agresi militernya. “Rusia selalu mencari alasan untuk tidak setuju,” ujarnya. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *