Pesut Mahakam Terancam Punah, Menteri Hanif Faisol: Populasinya Kurang dari 50

SURABAYA — Indonesia, negara dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, kini menghadapi ancaman serius terhadap kelestarian salah satu mamalia air endemiknya: Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris).
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan bahwa populasi satwa ini terus menurun dan kini diperkirakan tinggal kurang dari 50 ekor di habitat aslinya di Sungai Mahakam, Kalimantan Timur.
“Pola hidup pesut Mahakam ini unik. Secara fisiologis, ia memiliki kebiasaan keluar masuk dari sungai ke laut. Namun saat ini, habitatnya tercemar oleh aktivitas pertambangan batu bara yang menyebabkan mereka sering mengalami cedera,” ujar Hanif saat kunjungan kerja di Kebun Binatang Surabaya, Rabu (7/5/2025).
Pesut Mahakam merupakan mamalia air yang hidup di perairan tawar tropis. Tubuhnya kekar dengan warna abu-abu keputihan, kepala berbentuk bulat tanpa moncong, dan sirip punggung kecil berbentuk segitiga tumpul.
Ukuran panjangnya berkisar antara 1,5 hingga 2,8 meter dengan berat 114–135 kilogram. Satwa ini diketahui dapat hidup hingga 30 tahun dan mulai matang secara seksual pada usia tiga tahun.
Menurut Hanif, aktivitas manusia seperti eksploitasi batu bara di sekitar Sungai Mahakam menjadi penyebab utama kerusakan habitat pesut.
“Sungainya sekarang penuh dengan lalu lintas tongkang batu bara. Kepala pesut sering terbentur dan mengalami luka,” jelasnya.
Pesut Mahakam termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
Menteri Hanif mengakui upaya pelestarian di taman nasional memiliki keterbatasan, karena sebagian besar populasi satwa ini hidup di luar kawasan lindung.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tengah mengembangkan skema penangkaran eks-situ sebagai alternatif pelestarian.
“Teman-teman di kehutanan sudah bekerja keras. Namun karena habitat aslinya berada di luar taman nasional, maka kita harus bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk kebun binatang untuk menjamin kesejahteraan satwa ini,” ujarnya.
Hanif juga menekankan pentingnya keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian biodiversitas.
“Kita tidak boleh hanya memanfaatkan. Kita juga punya tanggung jawab untuk menjaga keberlanjutan biodiversity, termasuk melalui fasilitas seperti kebun binatang,” pungkasnya. []
Nur Quratul Nabila A