PM Perempuan Pertama Jepang, Sanae Takaichi Segera Dilantik

JAKARTA – Jepang mencatat momen politik bersejarah setelah Sanae Takaichi resmi terpilih sebagai pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP), Sabtu (04/10/2025). Dengan kemenangan tersebut, politisi berusia 64 tahun ini diproyeksikan menjadi perempuan pertama yang menjabat sebagai perdana menteri di Negeri Sakura.

Kemenangan Takaichi dalam pemilihan internal LDP menandai perubahan signifikan bagi partai yang selama beberapa tahun terakhir mengalami penurunan dukungan. Sosok konservatif garis keras itu mengungguli pesaingnya, Shinjiro Koizumi, dalam putaran kedua setelah kandidat moderat Yoshimasa Hayashi tersingkir lebih awal.

Media Jepang melaporkan bahwa parlemen hampir pasti akan memberikan persetujuan, sehingga pelantikannya sebagai perdana menteri kelima dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir kemungkinan berlangsung pada 13 Oktober mendatang.

Sebagai pemimpin baru, Takaichi tidak hanya membawa simbol perubahan gender, tetapi juga memikul beban politik besar. LDP kehilangan mayoritas di kedua majelis parlemen di bawah kepemimpinan Shigeru Ishiba, yang akhirnya mengundurkan diri. Kondisi ini membuat Takaichi dituntut segera mengembalikan stabilitas politik partai yang telah mendominasi sejak 1955.

Selain itu, ia menghadapi persoalan struktural yang semakin menekan Jepang: populasi yang menua, ketidakpastian ekonomi, dan situasi geopolitik yang kian rumit di kawasan Asia Timur. Tantangan domestik juga muncul dari isu imigrasi, di mana opini publik terbelah antara kebutuhan tenaga kerja asing dan kekhawatiran terhadap dampak sosial budaya.

Isu imigrasi menjadi salah satu medan utama perebutan simpati pemilih. Partai Sanseito, yang belakangan semakin populer, menyebut imigrasi sebagai “invasi diam-diam” dan kerap menjadikannya kambing hitam berbagai persoalan sosial.

Dalam kampanyenya, Takaichi berusaha merangkul pemilih dengan pandangan serupa. “Jepang harus mempertimbangkan kembali kebijakan yang mengizinkan masuknya orang-orang dengan budaya dan latar belakang yang sangat berbeda,” ucapnya.

Pernyataan itu mencerminkan sikap tegasnya terhadap isu keimigrasian, yang sejalan dengan kecenderungan nasionalis dan konservatif dalam politik Jepang. Namun, para analis menilai kebijakan semacam itu berpotensi menimbulkan gesekan di tengah kebutuhan nyata Jepang terhadap tenaga kerja asing untuk menopang sektor industri dan layanan publik.

Meski dikenal mengidolakan Margaret Thatcher, Takaichi akan menghadapi ujian nyata apakah ia mampu menjadi sosok reformis atau justru memperkuat garis konservatif. Publik menunggu sejauh mana kepemimpinannya dapat mengembalikan kepercayaan pemilih sekaligus membawa arah baru bagi LDP.

Dengan statusnya sebagai calon perdana menteri perempuan pertama, Takaichi juga memikul ekspektasi tinggi dari kelompok perempuan Jepang yang selama ini menuntut kesetaraan di ranah politik maupun ekonomi.

Pelantikannya yang tinggal menunggu waktu diyakini akan menjadi awal babak baru politik Jepang, meski jalan yang harus ditempuh penuh tantangan. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *