PM Thailand Tegaskan Tak Ada Kesepakatan Gencatan Senjata

JAKARTA – Ketegangan di perbatasan Thailand dan Kamboja kembali meningkat setelah bentrokan bersenjata menewaskan empat tentara Thailand. Insiden terbaru ini terjadi pada Sabtu (13/12/2025) dan menambah daftar korban jiwa dalam konflik yang kembali memanas setelah sempat mereda beberapa bulan terakhir. Pemerintah Thailand menyebut serangan tersebut dilakukan oleh pasukan Kamboja, sementara upaya diplomatik internasional dinilai belum mampu meredam eskalasi konflik secara efektif.

Kementerian Pertahanan Thailand mengonfirmasi bahwa keempat prajurit tersebut tewas dalam pertempuran di wilayah perbatasan yang disengketakan. Dengan tambahan korban terbaru ini, jumlah korban jiwa akibat bentrokan pekan ini mencapai sedikitnya 24 orang. Konflik tersebut juga berdampak luas terhadap warga sipil, dengan sekitar setengah juta orang dilaporkan mengungsi dari wilayah perbatasan di kedua negara.

Situasi kian menjadi sorotan internasional setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump menyatakan bahwa gencatan senjata telah disepakati untuk menghentikan pertempuran. Namun, pernyataan itu langsung dibantah oleh Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul. Ia menegaskan bahwa dalam pembicaraan telepon dengan Trump, tidak ada kesepakatan konkret mengenai penghentian serangan.

Namun, PM Anutin mengatakan Trump “tidak menyebutkan apakah kami harus melakukan gencatan senjata” selama percakapan telepon mereka pada hari Jumat (12/12/2025) kemarin.

Pernyataan tersebut memperjelas bahwa klaim gencatan senjata yang disampaikan Trump tidak sejalan dengan pemahaman pihak Thailand. Anutin juga menambahkan bahwa isu gencatan senjata tidak dibahas secara spesifik dalam komunikasi tersebut.

Kedua pemimpin “tidak membahas” masalah tersebut, kata Anutin kepada wartawan pada hari Sabtu.

Di sisi lain, Trump justru menyampaikan optimisme atas hasil komunikasi dengan para pemimpin kawasan. Ia memuji “percakapan yang sangat baik” dengan Anutin dan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet pada hari Jumat. Dalam unggahan di platform Truth Social miliknya, Trump mengklaim bahwa kedua negara telah sepakat untuk menghentikan serangan.

“Mereka telah sepakat untuk MENGHENTIKAN semua serangan efektif malam ini, dan kembali ke Perjanjian Perdamaian awal” yang disepakati pada bulan Juli, tulis Trump.

Konflik antara Thailand dan Kamboja sendiri berakar dari sengketa perbatasan yang telah berlangsung lama. Ketegangan kerap meningkat secara sporadis, terutama di kawasan yang memiliki nilai strategis dan historis. Pada Juli lalu, gelombang kekerasan selama lima hari berhasil diredam melalui mediasi internasional yang melibatkan Amerika Serikat, China, dan Malaysia selaku ketua blok regional ASEAN.

Kesepakatan gencatan senjata tersebut kemudian diperkuat melalui deklarasi bersama lanjutan pada Oktober. Saat itu, Trump turut menyatakan dukungannya dan bahkan menggembar-gemborkan adanya kesepakatan perdagangan baru sebagai bagian dari upaya menjaga stabilitas kawasan.

Namun, upaya tersebut kembali menemui hambatan pada bulan berikutnya. Thailand menangguhkan perjanjian lanjutan setelah seorang tentara Thailand terluka akibat ledakan ranjau darat di wilayah perbatasan. Insiden itu kembali memicu ketegangan dan saling tuding antara kedua negara.

Bentrokan terbaru menunjukkan bahwa situasi di perbatasan Thailand-Kamboja masih jauh dari stabil. Meski upaya diplomatik terus dilakukan, perbedaan persepsi mengenai gencatan senjata dan tanggung jawab atas eskalasi konflik membuat penyelesaian damai menjadi semakin kompleks. Masyarakat internasional pun dihadapkan pada tantangan untuk memastikan bahwa proses mediasi tidak hanya berhenti pada pernyataan politik, tetapi juga mampu mencegah jatuhnya korban jiwa lebih lanjut. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *