PN Jakarta Pusat Kembali Gelar Sidang Gugatan Gibran

JAKARTA – Sidang Gugatan Perdata Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Senin (22/09/2025). Agenda persidangan kali ini belum masuk ke substansi perkara, melainkan masih berfokus pada kelengkapan dokumen legal standing dan identitas para pihak sebelum memasuki tahap mediasi.
Hakim Ketua Budi Prayitno menegaskan, sidang berikutnya tetap dijadwalkan pada Senin, 22 September 2025, dengan agenda melengkapi dokumen yang belum terpenuhi.
“Nanti sidang berikutnya Senin 22 (September 2025) dengan agenda untuk melengkapi legal standing dari Tergugat 1 dan Tergugat 2,” ujar Budi pada sidang sebelumnya.
Dalam persidangan, penggugat Subhan Palal hadir secara langsung. Sementara itu, dua tergugat, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), tidak hadir secara pribadi, melainkan diwakili oleh kuasa hukum masing-masing. Namun, majelis hakim menemukan dokumen identitas Gibran yang belum lengkap. “KTP Tergugat 1 (T1) kan belum (dibawa), ya, untuk fotokopi KTP T1. Gitu ya, Pak, ya?” ucap Budi kepada pengacara Gibran.
Sidang pemeriksaan legal standing ini sudah berlangsung hingga tiga kali. Majelis hakim menekankan bahwa bila seluruh persyaratan administrasi terpenuhi, perkara ini akan segera dilanjutkan ke tahap mediasi. “Ini (semua pihak) sudah hadir. Tapi kuasa (tergugat) belum daftar (ke sistem PN), kita tunggu dulu sebelum mediasi,” jelas Budi.
Salah satu poin yang menarik perhatian publik adalah keputusan Gibran menunjuk pengacara swasta sebagai kuasa hukum. Sebelumnya, Jaksa Pengacara Negara dari Kejaksaan Agung sempat berniat mendampingi Gibran, tetapi ditolak majelis hakim. Alasannya, gugatan Subhan ditujukan kepada Gibran secara pribadi, bukan kepada jabatannya sebagai Wakil Presiden.
Dalam gugatannya, Subhan menuding Gibran dan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum terkait syarat pendaftaran calon wakil presiden pada Pemilu Presiden sebelumnya. Subhan meminta agar majelis hakim menyatakan pencalonan Gibran tidak sah, dan statusnya sebagai Wakil Presiden dinyatakan cacat hukum.
Selain itu, Subhan menuntut ganti rugi senilai Rp 125 triliun. Tuntutan tersebut ditujukan kepada Gibran dan KPU secara tanggung renteng untuk membayar kerugian materiil dan immateriil.
“Menghukum Para Tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada Penggugat dan seluruh Warga Negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta dan disetorkan ke kas negara,” bunyi petitum gugatan.
Perkara ini menjadi sorotan publik karena untuk pertama kalinya seorang Wakil Presiden aktif menghadapi gugatan perdata di pengadilan dalam kapasitas pribadi. Proses hukum yang sedang berlangsung dipandang akan menjadi ujian penting bagi prinsip kesetaraan di hadapan hukum serta transparansi dalam proses pemilu. Kini, semua mata tertuju pada langkah majelis hakim dalam menentukan arah sidang berikutnya. []
Diyan Febriana Citra.