Polisi Bongkar Sindikat Perdagangan Manusia di Sydney, 50 Perempuan Indonesia Diperdagangkan untuk Prostitusi

JAKARTA – Polri mengungkap kerugian yang dialami 50 warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi pekerja seks komersial (PSK) di Sydney, Australia. Kerugian para korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ini berupa proses perekrutan hingga gaji tak dibayarkan.

“Tersangka menyiapkan dokumen palsu untuk pengurusan visa para korban, seperti dokumen dalam bentuk mutasi rekening yang telah dirubah untuk memenuhi persyaratan dalam pembuatan visa,” kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro kepada LAMPOST.CO Rabu, 24 Juli 2024.

Penyiapan dokumen ini dilakukan oleh tersangka SS alias Batman, warga Indonesia yang sudah berpindah menjadi warga Australia. SS menyerahkan para korban WNI ke muNcikari atau agensi untuk bekerja sebagai PSK.

Djuhandani memaparkan kerugian lain yang ditemukan Polri adalah catatan pembayaran dan pemotongan gaji. Catatan ini dikirim oleh korban yang sudah bekerja sebagai PSK di Sydney ke WhatsApp tersangka FLA (36), warga Indonesia yang berada di Jakarta Barat.

”Sebagai bentuk laporan dan kontrol dari tersangka sebagai perekrut di Indonesia,” papar Djuhandani.

Kemudian, polisi juga menemukan file draf perjanjian kerja sebagai PSK di dalam laptop tersangka FLA. Perjanjian kerja tersebut diberikan kepada calon PSK sebelum berangkat ke Sydney, Australia untuk ditandatangani.

Menurut Djuhandani, dalam perjanjian tersebut tidak termuat terkait hak-hak korban seperti asuransi, gaji, jam kerja maupun jenis pekerjaan. Melainkan memuat biaya sewa tempat tinggal 1 minggu sebesar 100 AUD (Dolar Australia) atau sekitar Rp1.071.754.

“Gaji 1 bulan pertama ditahan sampai 3 bulan/kontrak selesai, jam kerja 10-12 jam per hari, kerja minimal 20 hari per bulan,” beber jenderal bintang satu itu.

Selain itu, korban juga disodorkan untuk menandatangani surat perjanjian utang piutang sebesar Rp50 juta. Dengan alasan sebagai jaminan apabila para korban memutus kontrak atau tidak bekerja lagi dalam kurun waktu tiga bulan, maka korban harus membayar utang tersebut.

Kemudian, gaji yang diiming-imingi tinggi tak dibayarkan. Namun, polisi tak membeberkan jumlah gaji yang dijanjikan karena bervariatif.

“Ini tentu saja (para korban) diiming-iming gaji di sana cukup tinggi dan ini (jumlahnya) variatif,” ungkap Djuhandani.

Kedua tersangka mengaku telah menjalankan aktivitas ini sejak 2019. Sementara itu, keuntungan para tersangka dengan menjual 50 WNI ke muNcikari di Sydney sebesar Rp500 juta. Ke-50 WNI jadi PSK di Sydney ini berasal dari Pulau Jawa. Sebagian dari mereka telah pulang ke Tanah Air, dan sisanya masih di Negeri Kanguru itu.

Kedua tersangka dijerat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara, minimal 3 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta. []

Nur Quratul Nabila A

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *