Polresta Sleman Lakukan Pemeriksaan Mendalam Terkait Kasus Keracunan Makanan Massal di Kapanewon Tempel

SLEMAN – Proses hukum terhadap kasus keracunan makanan massal yang terjadi di Kapanewon Tempel, Sleman, terus berjalan. Pihak Polresta Sleman telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk penyelenggara acara hajatan dan penyedia katering.
Acara tersebut digelar pada Sabtu (8/2/2025) kemarin, yang kemudian diikuti oleh kejadian keracunan makanan yang menyebabkan 161 orang menjadi korban.
Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo, mengungkapkan bahwa hingga saat ini pihak kepolisian telah memeriksa delapan orang sebagai saksi, termasuk penyelenggara acara dan pihak katering.
“Kami telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan juga penyedia makanan. Proses hukum ini tetap berjalan,” ujar Edy di Mapolresta Sleman pada Senin (10/2/2025).
Proses penyelidikan masih berlanjut, dengan pihak kepolisian menunggu hasil tes laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dari keracunan tersebut.
“Kami telah melakukan pemeriksaan terhadap korban dan bekerjasama dengan instansi terkait untuk mendata korban di rumah sakit,” tambahnya.
Sebagian besar korban masih menjalani perawatan medis, sementara beberapa lainnya telah dipulangkan setelah mendapatkan perawatan.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polresta Sleman, AKP Riski Adrian, menyatakan bahwa laporan keracunan diterima pada Minggu (9/2/2025) pagi, sehari setelah acara hajatan berlangsung.
Gejala keracunan mulai muncul satu hari setelah acara, dengan banyak korban mengeluhkan mual hingga akhirnya dirawat di rumah sakit.
“Kami langsung terjun ke lokasi setelah menerima laporan. Beberapa anggota keluarga penyelenggara hajatan juga menjadi korban,” jelas Adrian.
Polisi pun sedang memeriksa lebih lanjut asal-usul makanan yang dikonsumsi para korban, termasuk asal katering yang menyediakan hidangan tersebut.
“Kami akan menyelidiki lebih lanjut, termasuk siapa pemasok katering yang digunakan,” ujar Adrian.
Pemeriksaan lebih mendalam juga dilakukan terhadap prosedur penyediaan makanan, dengan Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie, mendorong pengusaha katering untuk memperketat sertifikasi higenis.
“Kami mengimbau agar katering yang menyajikan makanan untuk hajatan memiliki sertifikat yang menjamin kelayakan dan higienitas makanan,” ujarnya.
Sertifikasi seperti Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Boga (SLHSB) dan Sertifikat Kursus Higiene Sanitasi Makanan diharapkan dapat menjamin kualitas makanan yang disajikan. Pembajun juga menyarankan agar para pekerja katering memakai masker dan sarung tangan, serta memastikan kebersihan tempat pengolahan makanan untuk menghindari penularan penyakit atau kontaminasi.
Dengan adanya kejadian ini, diharapkan ada peningkatan pengawasan dan kepatuhan terhadap standar kebersihan di industri katering untuk menghindari keracunan makanan serupa di masa depan. []
Nur Quratul Nabila A