Presiden Madagaskar Kabur, Kaum Muda Ambil Alih Suara Rakyat

xr:d:DAFd0UOKrAc:2,j:1221359787,t:23032109

MADAGASKAR – Krisis politik di Madagaskar mencapai puncaknya setelah Presiden Andry Rajoelina dilaporkan meninggalkan negaranya menggunakan pesawat militer Prancis. Kepergiannya terjadi di tengah gelombang demonstrasi besar yang digerakkan oleh generasi muda, terutama kelompok Gen Z, yang menuntut perubahan dan keadilan sosial.

Pemimpin oposisi, Siteny Randrianasoloniaiko, mengonfirmasi kabar tersebut kepada Reuters. Ia menyebut, Rajoelina meninggalkan Madagaskar pada Minggu (12/10/2025) usai sejumlah unit militer beralih mendukung massa demonstran. “Kami menghubungi staf kepresidenan, dan mereka mengonfirmasi bahwa dia telah meninggalkan negara ini,” ujarnya.

Dalam siaran langsung di Facebook pada Senin (13/10/2025) malam, Rajoelina mengakui bahwa dirinya berada di lokasi aman demi keselamatan pribadi. “Saya tidak akan membiarkan Madagaskar dihancurkan,” ujarnya, tanpa menyebutkan lokasi keberadaannya.

Menurut laporan CNN International, Rajoelina seharusnya tampil di televisi nasional, namun acara dibatalkan setelah kelompok bersenjata mengancam mengambil alih stasiun milik negara. Sumber militer menyebut kepada Reuters bahwa presiden diterbangkan menggunakan pesawat Casa milik Angkatan Darat Prancis dari Bandara Sainte Marie.

Sementara itu, Radio RFI melaporkan adanya dugaan keterlibatan Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam membantu keberangkatan tersebut. Macron menolak memberikan konfirmasi langsung. “Saya tidak akan mengonfirmasi apa pun hari ini,” ucapnya di Mesir, sebagaimana dikutip Al Jazeera. Ia menambahkan bahwa “Prancis memahami keluhan kaum muda, tetapi tatanan konstitusional harus dijaga.”

Gelombang protes yang bermula dari kelangkaan air dan listrik sejak 25 September kini berkembang menjadi gerakan sosial besar. Anak muda, sebagian besar berusia di bawah 25 tahun, menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas kemiskinan, korupsi, dan layanan publik yang memburuk.

“Selama 16 tahun, pemerintah hanya memperkaya diri sendiri sementara rakyat tetap miskin,” kata Adrianarivony Fanomegantsoa (22) kepada Reuters. Data PBB mencatat, sedikitnya 22 orang tewas sejak protes pecah.

Kemarahan publik meningkat tajam setelah unit elite CAPSAT, yang dahulu menjadi penopang kekuasaan Rajoelina, berbalik arah. Mereka menyatakan membelot dan menolak menembaki warga sipil, bahkan menyatakan telah mengambil alih kendali militer serta menunjuk panglima baru.

Dukungan militer yang hilang membuat posisi Rajoelina kian terpojok. Senat Madagaskar segera mengganti pemimpinnya yang pro-pemerintah dengan Jean André Ndremanjary, sekaligus menegaskan bahwa jabatan presiden sementara akan dipegang ketua senat hingga pemilihan baru digelar.

Ribuan warga kembali memadati jalan-jalan di ibu kota Antananarivo dengan seruan keras agar presiden mundur. “Kami ingin presiden meminta maaf dan mundur agar pemilu bisa diselenggarakan,” ujar Finaritra Manitra Andrianamelasoa (24) kepada AFP.

Madagaskar kini menghadapi dilema besar: di satu sisi, semangat perubahan kaum muda semakin kuat; di sisi lain, negara dengan populasi 30 juta jiwa dan tiga perempat warganya hidup di bawah garis kemiskinan ini tengah berada di ambang kekosongan kekuasaan.

Meskipun menjadi produsen vanili terbesar dunia, kesenjangan ekonomi dan praktik korupsi menahan potensi besar negara pulau ini untuk tumbuh. Kepergian Rajoelina menandai babak baru dalam sejarah politik Madagaskar—di mana suara generasi muda menjadi penentu arah masa depan negeri mereka. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *