Promosi Gencar, Pelayanan Masih Samar

SAMARINDA – Di tengah derasnya arus digitalisasi, Hotel Horison Samarinda tampak menjadi salah satu pelaku industri perhotelan yang gencar menunggangi tren media sosial sebagai sarana promosi. Namun di balik gemerlap strategi digital yang disebut modern dan adaptif itu, terselip ironi: promosi agresif di dunia maya tidak selalu sebanding dengan pengalaman nyata para tamu di lapangan.

“Sekarang media sosial punya pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan hotel, khususnya di Horison Samarinda,” ujar Handra Warganegara, Marketing Communication Manager Hotel Horison Samarinda, saat ditemui di area hotel pada Rabu (08/10/2025).

Pernyataan itu menggambarkan betapa dominannya media sosial dalam strategi pemasaran mereka. Handra menegaskan, sebagian besar tamu mengetahui hotel dari promosi digital. “Kalau kami lihat dari hasil survei internal, mayoritas tamu mengenal Horison dari media sosial. Jadi perkembangan teknologi saat ini benar-benar membantu promosi kami,” ungkapnya.

Namun di sisi lain, pendekatan semacam ini memperlihatkan fenomena yang mulai jamak di industri perhotelan: citra digital sering kali lebih mengilap daripada pelayanan sesungguhnya. Banyak hotel berlomba-lomba mempercantik feed Instagram dan TikTok, sementara aspek kenyamanan dan kecepatan layanan masih tertinggal.

Handra mengakui, Horison kini mengandalkan dua platform utama Instagram dan TikTok untuk menjaring tamu. “Kami lebih fokus di Instagram dan TikTok, karena pasar terbesar kami ada di dua platform itu. Audiens di sana aktif dan responsif terhadap konten visual seperti video dan foto promosi,” jelasnya.

Untuk memperluas jangkauan, hotel ini juga kerap mengadakan giveaway dan voucher diskon agar masyarakat “mencoba” layanan hotel. “Kami sering mengadakan giveaway di Instagram setiap bulan. Biasanya kami bagikan voucher kamar, makanan, atau souvenir. Setelah mereka tahu dan mencoba, biasanya akan datang lagi atau jadi pelanggan tetap,” paparnya.

Promosi semacam ini memang efektif menarik perhatian publik, namun pertanyaannya: apakah loyalitas pelanggan benar-benar tumbuh dari hadiah dan potongan harga, atau hanya sebatas interaksi sementara di dunia maya?

Handra pun tak menampik bahwa tantangan utama ada pada kreativitas. “Tantangannya tentu pada sisi kreativitas. Di era sekarang orang cenderung tertarik dengan konten yang unik dan berbeda. Jadi tim marketing komunikasi kami setiap hari selalu riset, mencari ide baru agar konten yang dibuat tetap segar dan menarik,” ujarnya.

Masalahnya, fokus pada estetika konten berpotensi menyingkirkan substansi: pengalaman nyata tamu yang semestinya menjadi fondasi utama reputasi hotel. Di tengah banyaknya keluhan wisatawan soal pelayanan hotel di berbagai daerah, pendekatan “glamor digital” tanpa keseimbangan kualitas bisa menjadi jebakan branding semu.

Handra menutup dengan harapan tinggi. “Kami ingin menjadi destinasi utama bagi pebisnis dan wisatawan sesuai dengan tagline kami, ‘When Business Meets Leisure,’” katanya optimistis.

Tetapi harapan semacam itu menuntut pembuktian lebih dari sekadar video indah di TikTok. Di era digital yang serba cepat, citra bisa viral dalam sehari, namun kepercayaan pelanggan hanya tumbuh lewat pelayanan nyata bukan sekadar konten promosi yang penuh filter. []

Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Aulia Setyaningrum

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *