Puan Maharani Tegaskan Tunjangan Rumah DPR Rp50 Juta Sudah Melalui Kajian

JAKARTA — Polemik tunjangan rumah anggota DPR RI sebesar Rp50 juta per bulan mendapat tanggapan langsung dari Ketua DPR RI, Puan Maharani.
Menurutnya, besaran tersebut bukan keputusan mendadak, melainkan hasil kajian yang mempertimbangkan kondisi harga rumah di Jakarta.
“Itu sudah dikaji dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan kondisi ataupun harga yang ada di Jakarta karena kan kantornya ada di Jakarta,” ujar Puan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Isu tunjangan rumah ini menuai sorotan publik karena membuat total pendapatan anggota DPR bisa melampaui Rp100 juta per bulan.
Kritik muncul mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang masih menghadapi tantangan pascapandemi dan tekanan inflasi.
Menanggapi hal tersebut, Puan menegaskan bahwa DPR tidak menutup diri terhadap masukan.
Menurutnya, jika ada penilaian publik yang menilai kebijakan ini berlebihan, opsi evaluasi tetap terbuka.
“Kalau kemudian ada hal-hal yang memang dianggap masih belum sempurna, masih terlalu berlebihan, tentu saja kami akan mengevaluasi hal tersebut,” tegasnya.
Lebih jauh, Puan menjelaskan alasan tunjangan diberikan dalam bentuk uang, bukan fasilitas rumah dinas.
Ia menyebut seluruh kompleks perumahan jabatan DPR di Kalibata dan Ulujami telah dikembalikan kepada negara.
Dengan demikian, setiap anggota dewan yang berasal dari 38 provinsi harus mencari tempat tinggal sendiri selama bertugas di Jakarta.
“Karena semua rumah jabatan yang di Kalibata dan Ulujami sudah kami serahkan kepada pemerintah atau kepada negara,” jelasnya.
Puan juga mengingatkan bahwa masyarakat berhak terus mengawasi kinerja para wakil rakyat, termasuk terkait kebijakan tunjangan. Ia menekankan bahwa aspirasi publik akan tetap menjadi perhatian lembaga legislatif.
“Namun apa yang menjadi aspirasi dan masukan dari masyarakat akan kami sangat perhatikan,” pungkasnya.
Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa DPR masih membuka ruang evaluasi dan dialog terkait kebijakan tunjangan rumah.
Dengan begitu, polemik ini belum berakhir, dan publik tetap memiliki kesempatan untuk menyuarakan pandangannya. []
Nur Quratul Nabila A