Rapat Kerja Teknis MHA “Titik Balik Penguatan Hak Adat di Kalimantan Timur”
ADVERTORIAL – Sebuah langkah strategis dalam memperkuat eksistensi dan hak-hak Masyarakat Hukum Adat (MHA) di Kalimantan Timur digelar melalui Rapat Kerja Teknis (Rakernis) yang berlangsung di Aula Desa Mandiri, DPMPD Provinsi Kaltim. Kegiatan ini menjadi ruang temu penting antara pemerintah, akademisi, lembaga adat, dan masyarakat sipil dalam merumuskan arah pemberdayaan MHA yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
Rakernis yang dilaksanakan pada Rabu (15/10/2025) ini dihadiri oleh 170 peserta dari berbagai latar belakang. Hadir di antaranya Kepala DPMPD Kaltim, para Sultan dari empat kerajaan adat, Panitia MHA, narasumber dari ATR/BPN, Kejaksaan Tinggi, AMAN, Universitas Mulawarman, serta Camat, Kepala Desa, LSM, dan mitra pembangunan. DPMD Kutai Kartanegara turut serta melalui perwakilan staf Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Ekonomi Desa, Ernani.
Kegiatan dibagi dalam dua sesi utama. Sesi pertama menghadirkan paparan dari Universitas Mulawarman yang mengulas konsep pemberdayaan MHA dalam konteks pembangunan daerah. ATR/BPN menyampaikan mekanisme pengakuan tanah ulayat sebagai bagian dari hak kolektif masyarakat adat. Kajati menyoroti pendekatan keadilan restoratif dalam penyelesaian konflik adat, sementara AMAN menegaskan pentingnya peran masyarakat adat dalam menjaga kelestarian lingkungan dan budaya.
Sesi kedua diawali dengan pemaparan Kepala DPMPD Kaltim mengenai arah kebijakan dan strategi pengakuan MHA di tingkat provinsi. Dilanjutkan dengan laporan perkembangan dari tiga kabupaten: Kutai Kartanegara, Kutai Timur, dan Mahakam Ulu. Masing-masing daerah memaparkan progres pengakuan komunitas adat, tantangan administratif, serta inisiatif lokal yang telah dilakukan.
Diskusi terbuka menjadi ruang berbagi pengalaman dan solusi. Salah satu isu yang mengemuka adalah perlunya sinkronisasi regulasi antara pusat dan daerah, serta pentingnya pendampingan hukum bagi komunitas adat dalam proses pengakuan.
Penandatanganan berita acara menjadi penutup sesi diskusi, menandai komitmen bersama untuk memperkuat perlindungan dan pemberdayaan MHA. Kegiatan ditutup secara resmi dengan semangat kolaborasi yang tinggi, menegaskan bahwa pengakuan terhadap MHA bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari upaya membangun keadilan sosial dan keberlanjutan lingkungan.
Rakernis ini menjadi titik balik penting dalam perjalanan panjang pengakuan MHA di Kalimantan Timur. Dengan sinergi lintas sektor dan semangat gotong royong, diharapkan masyarakat adat dapat menjadi subjek utama pembangunan yang berdaulat atas tanah, budaya, dan masa depannya. []
Redaksi
