Ratusan Warga Bangladesh Jadi Korban Ular Akibat Banjir

BANGLADESH – Hujan deras yang mengguyur wilayah Bangladesh dalam beberapa bulan terakhir menimbulkan dampak tak terduga. Tak hanya menyebabkan banjir di daerah rawa dan dataran rendah, cuaca ekstrem ini juga memaksa ribuan ular meninggalkan habitatnya dan berpindah ke kawasan permukiman penduduk. Fenomena ini membuat masyarakat di sepanjang Sungai Padma hidup dalam ketakutan setiap malam.

Otoritas kesehatan Bangladesh melaporkan lonjakan signifikan pada kasus gigitan ular selama musim hujan 2025. Hingga awal Oktober, tercatat hampir 15.000 kasus dengan 84 kematian di seluruh negeri. Kondisi ini membuat sejumlah rumah sakit kewalahan menangani pasien.

Profesor kedokteran Abu Shahin Mohammed Mahbubur Rahman dari Rajshahi Medical College Hospital mengatakan, rumah sakitnya telah menerima lebih dari seribu pasien gigitan ular sejak Januari. “Banyak pasien mengalami gagal ginjal akut setelah digigit ular,” kata Rahman. Ia menambahkan, dari total kasus itu, sedikitnya 25 pasien tidak tertolong.

Daerah rawa di Bangladesh memang dikenal sebagai habitat alami berbagai spesies ular berbisa, seperti kobra, kraits, dan Russell’s viper. Namun, intensitas hujan monsun yang tinggi membuat air sungai meluap dan memaksa satwa tersebut mencari tempat kering yang sering kali berada di dekat rumah warga.

“Ular Russell’s viper kini berkembang pesat di bagian utara Bangladesh,” ungkap Farid Ahsan, profesor zoologi dari Universitas Chittagong. Menurutnya, jenis ular ini termasuk yang paling sulit dikendalikan karena mampu berkembang biak hingga 60 ekor dalam satu kali masa melahirkan.
“Mereka perenang yang kuat dan bisa terapung di atas tanaman eceng gondok,” tambahnya.

Fenomena ini menyisakan kisah memilukan bagi banyak keluarga di pedesaan. Ananda Mondol, petani 35 tahun asal desa Nimtola, masih trauma usai digigit ular di sawahnya.
“Saya tak bisa bicara, tak bisa bergerak,” ujarnya dengan suara bergetar. “Saya muntah, kehilangan kendali atas tubuh sendiri, dan air liur terus keluar dari mulutku.”

Setelah tiga hari dirawat di ruang intensif, Ananda selamat, namun masih sering mengalami nyeri dan kesulitan tidur. Istrinya, Sunita Rani, yang juga tabib tradisional, mengaku kesulitan melanjutkan pengobatan karena keterbatasan biaya.
“Sejak itu, dia belum berani kembali ke sawah,” katanya lirih.

Cerita serupa datang dari warga lain, Rezina Begum, yang menyebut ular kerap memasuki rumah warga saat malam hari.
“Kadang-kadang mereka bahkan berbaring di tempat tidur bersama kami,” ungkapnya saat mencuci pakaian di tepi sungai.
Sementara Mohammad Bablu, warga setempat lainnya, mengaku kini selalu waspada setiap berjalan di ladang. “Jantungku berdegup kencang. Baru kemarin mereka membunuh tujuh ekor ular,” ujarnya.

Pemerintah Bangladesh kini menghadapi tantangan besar dalam menangani kombinasi antara bencana ekologis dan krisis kesehatan masyarakat. Para ahli menyerukan upaya pencegahan yang lebih serius, mulai dari distribusi serum anti-bisa ular, peningkatan edukasi masyarakat pedesaan, hingga pemetaan wilayah rawan gigitan.

Dengan ancaman yang terus meningkat akibat perubahan iklim dan curah hujan ekstrem, warga Bangladesh kini tidak hanya berjuang melawan banjir — tetapi juga berhadapan langsung dengan bahaya yang mengintai di balik lumpur dan rawa-rawa. []

Siti Sholehah.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *