Rekayasa Perampokan, Suami Pembunuh Istri Dipenjara 19 Tahun
JAKARTA – Kasus pembunuhan sadis yang mengguncang warga Serang akhirnya mencapai putusan hukum. Majelis hakim Pengadilan Negeri Serang menjatuhkan hukuman 19 tahun penjara kepada Wadison Pasaribu, yang dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap istrinya sendiri, Petri Sihombing. Vonis ini dibacakan dalam sidang putusan pada Rabu (26/11/2025).
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana sebagaimana Pasal 340 KUHP Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2021. Menjatuhkan pidana penjara selama 19 tahun,” ujar ketua majelis hakim Mochamad Ichwanudin seperti tertuang dalam amar putusan.
Peristiwa tragis itu terjadi pada Juni lalu di rumah pasangan tersebut di Walantaka, Kota Serang. Dalam pertimbangan majelis hakim, Wadison tidak hanya merencanakan pembunuhan terhadap istrinya, tetapi juga dengan sengaja menyusun skenario palsu untuk menutupi kejahatannya. Ia menciptakan skenario seolah-olah rumahnya menjadi sasaran perampokan brutal.
“Bahwa perbuatan Terdakwa merekayasa perampokan sadis di lingkungan perumahan yang padat penduduk telah menciptakan teror sosial dan ketakutan kolektif yang tidak beralasan bagi warga sekitar,” kata hakim.
Yang memperburuk keadaan, Wadison turut melibatkan anak-anaknya dalam skenario kebohongan tersebut. Langkah ini dianggap sebagai tindakan yang memberi dampak psikologis serius terhadap anak-anak, yang seharusnya mendapatkan perlindungan dari orang tua.
“Dalam perspektif sosiologi, Terdakwa telah merusak struktur mental anak yang seharusnya dilindungi, menjadikannya objek manipulasi demi keselamatan dirinya sendiri,” tegas hakim.
Vonis yang dijatuhkan majelis hakim lebih tinggi dibanding tuntutan jaksa, yang sebelumnya meminta hukuman penjara selama 16 tahun. Selain itu, hakim juga memerintahkan agar terdakwa tetap berada dalam tahanan.
“Menetapkan Terdakwa tetap ditahan,” ucap majelis hakim.
Dalam penyelidikan kepolisian, terungkap bahwa motif utama pelaku adalah keinginannya untuk menikah lagi, tetapi khawatir kehilangan hak asuh anak jika perceraian dilakukan secara sah. Pelaku juga mengaku kesal karena korban menyebutnya sebagai ‘mokondo’ atau laki-laki yang berkelakuan tidak baik. Pelaku pun melakukan aksi kejam dengan menjerat leher korban hingga tewas. Untuk memperkuat rekayasa, ia memasukkan dirinya ke dalam karung dan memukul wajahnya sendiri menggunakan ulekan agar terlihat sebagai korban.
Kasus ini membuka kembali diskusi publik mengenai pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak dalam lingkup rumah tangga. Tragedi ini menunjukkan bagaimana manipulasi dan kekerasan dalam keluarga tidak hanya menciptakan luka fisik, tetapi juga trauma psikologis mendalam bagi anak dan masyarakat sekitar. []
Siti Sholehah.
