Rekonstruksi Kasus Penembakan Siswa SMKN 4 Semarang Ricuh, Tersangka Diteriaki Warga
SEMARANG – Rekonstruksi kasus penembakan siswa SMKN 4 Semarang, GRO, yang dilakukan oleh anggota Polrestabes Semarang, Aipda Robig Zainudin, pada Senin (30/12/2024) diwarnai kegaduhan.
Kegaduhan ini terjadi setelah warga meneriaki tersangka dengan cibiran, saat rekonstruksi berlangsung di enam lokasi berbeda.
Rekonstruksi yang digelar di beberapa titik, salah satunya di depan sebuah minimarket di Jalan Candi Penataran, Kalipancur, Kecamatan Ngaliyan, Semarang, sempat diwarnai perbedaan pendapat antara Aipda Robig dan saksi atau korban selamat.
Salah satu perbedaan yang mencuat adalah terkait dengan jarak tembakan peringatan yang dilakukan tersangka.
Korban menyatakan bahwa tembakan peringatan dilepaskan pada jarak 8,3 meter, sedangkan tersangka meyakini bahwa tembakan tersebut terjadi pada jarak 10 meter.
Selain itu, terdapat perbedaan juga terkait dengan penggunaan senjata tajam, yakni celurit panjang. Menurut tersangka, korban sempat mengacungkan celurit ke arah nya sebagai ancaman. Namun, pernyataan tersebut dibantah oleh saksi yang menyatakan bahwa tidak ada aksi mengacungkan celurit terhadap tersangka.
Perbedaan pendapat ini membuat rekonstruksi sempat terganggu. Warga yang menyaksikan peristiwa tersebut tidak bisa menahan geram dan meneriaki Aipda Robig dengan sorakan penuh cibiran, “huuu, huuu, huuu.”
Mendapatkan sapaan negatif dari warga, Aipda Robig hanya terdiam tanpa memberikan respons terhadap sorakan tersebut.
Kuasa hukum korban GRO, Zaenal Petir, meyakini bahwa tidak ada ancaman yang mengarah pada Aipda Robig. Menurutnya, tindakan penembakan brutal tersebut tidak beralasan, mengingat GRO tidak membawa senjata.
“Penembakan ini adalah tindakan kejam, karena tidak ada ancaman yang mengarah pada nyawa tersangka. GRO juga tidak membawa senjata,” tegas Zaenal Petir.
Di sisi lain, Herry Darman, kuasa hukum Aipda Robig, membela klien nya dengan menyatakan bahwa nyawa Aipda Robig terancam, sehingga ia melakukan tembakan peringatan dan tiga tembakan lainnya ke arah korban dan saksi.
“Memang ada perbedaan, klien saya mengatakan [saksi] itu mengacungkan senjata tajam, tapi dalam rekonstruksi tadi dia tidak mengacungkan nya,” ujar Herry Darman.
Dirreskrimum Polda Jateng, Kombes Pol. Dwi Subagio, menegaskan bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dalam proses rekonstruksi. Namun, pihaknya telah mengantongi bukti-bukti forensik, termasuk CCTV, untuk mengklarifikasi mana keterangan yang paling sesuai dengan fakta.
“Keterangan tersangka dan saksi adalah hal yang sah-sah saja. Nantinya, kami akan mencocokkan nya dengan bukti forensik dari CCTV untuk melihat mana yang lebih kuat dan sesuai dengan fakta,” jelas Kombes Pol. Dwi Subagio.
Rekonstruksi yang dimulai pada pukul 13.00 WIB dan selesai pada pukul 16.30 WIB itu mencakup 44 adegan yang menggambarkan urutan peristiwa penembakan yang terjadi. []
Nur Quratul Nabila A