Remisi Natal 2025 Dorong Reintegrasi Sosial Narapidana
JAKARTA – Pemberian Remisi Khusus Natal 2025 kepada puluhan ribu warga binaan dinilai menjadi bagian penting dari strategi pembinaan dan reintegrasi sosial dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mencatat sebanyak 15.927 narapidana beragama Kristen dan Katolik menerima Remisi Khusus Natal, sementara 151 anak binaan memperoleh Pengurangan Masa Pidana Khusus (PMPK). Dari keseluruhan penerima tersebut, 174 warga binaan dinyatakan langsung bebas.
Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto menegaskan bahwa kebijakan remisi tidak semata-mata dimaknai sebagai pemotongan masa hukuman. Menurutnya, remisi merupakan instrumen pembinaan yang dirancang untuk mendorong perubahan perilaku warga binaan agar lebih siap kembali ke masyarakat.
“Ini bukan sekadar pengurangan masa pidana, tetapi merupakan bentuk apresiasi atas prestasi, dedikasi, dan kedisiplinan dalam mengikuti pembinaan. Ini instrumen pembinaan untuk mendorong perilaku yang lebih baik, memperkuat motivasi, serta menyiapkan Warga Binaan agar siap kembali dan berperan positif di tengah masyarakat,” kata Agus Andrianto, Rabu (24/12/2025).
Agus menjelaskan, pemberian Remisi Khusus Natal juga mencerminkan prinsip keadilan dan nondiskriminasi dalam pelaksanaan hukum, termasuk perlindungan terhadap kepentingan terbaik bagi anak binaan. Ia menyebut kebijakan tersebut berkontribusi dalam menciptakan suasana pembinaan yang lebih kondusif, sekaligus membantu mengurangi tingkat kepadatan di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) yang selama ini menjadi persoalan struktural.
Dalam konteks perayaan Natal 2025 yang mengusung tema “Allah Hadir untuk Menyelamatkan Keluarga”, Agus turut menyampaikan pesan moral kepada para warga binaan. Ia menekankan pentingnya keluarga sebagai sumber motivasi utama untuk tidak kembali melakukan pelanggaran hukum.
“Bertanggung jawablah atas semua perbuatan yang dilakukan. Bertanggung jawab terhadap istri, anak, suami, dan orang tua. Jangan sampai berbuat yang merugikan mereka, apalagi mengulangi kesalahan yang sama,” ujarnya.
Ia juga mendorong para penerima remisi untuk terus menunjukkan perubahan sikap dan kesungguhan dalam mempersiapkan diri menghadapi kehidupan bermasyarakat. “Teruslah tunjukkan perubahan dan bersungguh-sungguh mempersiapkan diri untuk kembali ke masyarakat. Kiranya Tuhan senantiasa memberkati kita semua,” sambung Agus.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Mashudi memastikan seluruh proses pemberian remisi dan PMPK dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Ia menegaskan bahwa penerima telah memenuhi persyaratan administratif maupun substantif.
“Seluruh penerima remisi dan Pengurangan Masa Pidana Khusus Natal merupakan warga binaan yang berkelakuan baik, aktif mengikuti program pembinaan, dan menunjukkan penurunan risiko,” kata Mashudi.
Selain berdampak pada aspek pembinaan dan sosial, kebijakan ini juga memberikan manfaat fiskal bagi negara. Mashudi menyebut total penghematan anggaran biaya makan narapidana dan anak binaan mencapai Rp 9.478.462.500.
Pemberian Remisi Khusus Natal ini sekaligus menjadi cerminan pendekatan pemasyarakatan modern yang menitikberatkan pada rehabilitasi, bukan semata-mata pemidanaan, dengan harapan para warga binaan dapat kembali menjalani kehidupan yang produktif dan bertanggung jawab di tengah masyarakat. []
Siti Sholehah.
